Jam
tujuh pagi, Naya sampai di gerbang SMA
Tiga. Pos jaga sepi. Pak Agus Satpam SMA Tiga entah sedang kemana
“Gas..Bagas!”teriak
Naya. Bagas yang dipanggil menghentikan langkahnya.
“Ada
apa Nay ? Bentar lagi bel masuk berdentang”
“Titip
ini”Naya menyerahkan surat izin yang
sudah dimasukan ke dalam amplop kecil.
“Naya
Nabila, kita sudah kelas 12, kamu, perempuan dan aku...” hampir saja Bagas
keceplosan kalau diam-diam dirinya jatuh hati pada sahabatnya tersebut
“Iknow. Tapi Rock Star ke kota ini,
jarang-jarang Gas”
“Tapi..”
“Mau
bantu aku nggak? Kalau nggak mau ya nanti aku minta tolong sama yang lain”
“Ok.
Ok. Tapi ini terakhir kali ya?”
“Siap
bos. Makasih banyak ya!”
“Bener
ini terkahir ya!!”
“Iyaa
bawel” ujar Naya sambil menepuk pundak teman sebangkunya. Bagas pun berlalu meninggalkan
Naya
“
Bagas... !” panggil Naya lagi.Bagas menoleh. “Ada apa lagi?”
“Nanti
pulangnya mampir ke rumah ya, bilang sama Bunda, anaknya yang cantik bak
bidadari ini pulang terlambat. Bilang saja ada kerja kelompok”
“Nggak
Ah, kamu saja yang telpon atau sms sendiri”
“Pulsaku
habis. Tolong ya my brother. Please “
****
Naya
sudah mengganti seragam sekolahnya dengan kostum ala anak Punk. Jaket kulit tanpa lengan, jins belel, rambutnya
sudah dikasih wax sehinggi tegak ke
atas. Tak lupa, Naya memakai lipstik berwarna gelap, gelang seperti anak Punk
pada umumnya. Setelah memasukan seragam putih abu-abunya Naya keluar dari
toilet dekat pasar Trayeman tempat dirinya dan teman-temannya janjian mendayak bersama
Lima
belas menit kemudian, teman-teman Naya bermunculan. Sebenarnya Naya sudah agak
malas berpakaian ala anak Punk, menyetop pick
up atau truk kemudian melompat ke atasnya demi menyaksikan grup-grup musik
seperti Rock Star. Naya juga sudah malas
kucing-kucingan dengan penjaga tiket agar bisa menyaksikan konser musik secara gratis. Naya sebernarnya
sudah malas. Naya ingin seperti gadis remaja pada umumnya.
****
Naya
tersenyum-senyum setelah duduk manis di mobil bak terbuka. Teman-teman lainnya
juga memasang wajah yang sama. Puas telah berhasil menyaksikan grup musik
kesukaan mereka. Rock Star yang biasanya hanya mereka lihat di
televisi-televisi kali ini bernyanyi di hadapan mereka. Di depan ribuan Fans
Rock Star.
Hari
mulai terlihat gelap. Senyum Naya mendadak hilang. Ia mulai tersadar pagi tadi
dirinya membohongi bunda yang entah
sudah berapa kali. Dan kali ini, bagi Naya paling fatal. Karena tempat manggung Rock Star kali ini jauh
dari sekolahnya. Selain membohongi bundanya, baru kali ini dirinya bolos
sekolah. Biasanya Naya tetap masuk sekolah karena jarak gor tempat konser tidak
terlalu jauh dari sekolahnya. Jadi dirinya hanya perlu mencarai alasan atau berbohong
lewat telpon atau sms dirinya pulang telat sedang kerja kelompok padahal sedang
nonton konser.
Naya makin murung. Saat
berangkat muka bundanya pasi mungkin karena sedang tak enak badan.
“Nay,
Naya...! sudah di gerbang desa Harjosari. “
“Turun oi! “ Ujar Hendrik
salah satu teman Naya. Gadis yang
sebenarnya manis dan cantik itu bergeming.
“Nayaaa
Nabilaaa....turun oi”teriak seseorang lagi. Naya terkesiap
“Turuuuun ...!
Karena
kaget, reflek Naya turun dari Pick Up tanpa menoleh kekiri maupun ke
kanan. Dan Duarrrr. Sebuah mobil berkecepatan tinggi menghantam tubuh Naya
“Bundaaa...”teriak Naya sebelum
akhirnya tak sadarkan diri. Semua mendadak gelap.Pekat
***
“Prank...”
piring berisi omlet yang dibuat dengan sepenuh hati oleh Bunda di lempar Naya
hingga berkeping. Tak hanya piring, kamar bercat dan berlantai putih itu
seperti kapal pecah. Vas bunga, bingkai foto, diary, berserakan dimana-mana.
Dua
hari setelah pulang dari rumah sakit, Naya belum bisa menerima dirinya tak punya
kaki. Gara-gara Rock Star sialan itu, mimpinya semua kandas. Dengan kaki satu
tak mungkin dirinya bisa menjadi polwan. Dengan kaki satu ia hanya akan menjadi
beban Bunda, beban Bagas sahabatnya yang diam-diam menempati ruang istimewa di
hatinya.
Setelah
bapaknya meninggal karena sakit, Bunda harus bekerja keras demi dirinya. Bunda
punya usaha katering dari mulai nol tanpa karyawan hingga sekarang
memperkerjakan 4 karyawan.
Epilog
Jam
tujuh pagi. Becak yang mengantar Naya sampai di SMU Tiga. Dengan kruk Naya melangkah
menuju kelasnya.Kalau saja waktu itu bundanya datang terlambat ia mungkin sudah
tak bisa menjumpai sekolah yang ia idam-idamkan sejak masih SMP. Hampir sebulan Naya menutup diri karena merasa
bersalah, merasa tak berguna lagi. Tapi berkat kehadiran dan semangat dari
guru-guru, teman-temannya terutama Bagas dan tentu saja dorongan bundanya Naya berjanji
akan berusaha sekuat tenaga menggapai cita-citanya untuk sekolah setinggi
mungkin.
“Nay...”teriak
Bagas.
Naya
menoleh dan tersenyum. Manis sekali
NB. Cerpen ini dimuat di koran Minggu Pagi, Yogyakarta.
selamat mas. ceritanya saya suka. endingnya... uh, sepertinya ada kaliamat untuk menyelesaikannya. hehe.
BalasHapusTerimakasih sudah berkenan baca Don..
Hapusterimakasih sudah baca ya Don..
BalasHapus