Jujur
Untuk Selamanya
Oleh Sutono Adiwerna
Sudah tiga bulan ini, ayah Nino
membuka kios buah di depan rumah. Mula-mula kios ayahnya tak begitu banyak yang
membeli. Tapi karena ayah Nino ulet, jujur dan ramah, kini kios buahnya semakin
banyak pelanggan. Kalau hari minggu, yang membeli malah dua kali lipat dari
hari lainnya.
Karena belum mempunyai karyawan,
kalau hari minggu Nino diminta ayahnya membantu di kios buah.
Seperti minggu ini, Nino bersama
ayah-bundanya melayani satu demi satu pembeli yang datang silih berganti. Ada
yang membeli jeruk, apel, mangga, anggur. Bahkan stok buah jeruk manis habis
bis. Stok jeruk yang tersisa tinggal jeruk kecut yang harganya lebih murah
Jam di dinding di kios
menunjukan jam dua siang. Nino mengelap keringat di dahinya dengan sapu tangan.
Sementara ayah-bundanya tengah merapikan letak buah agar enak dipandang dan
tidak berantakan
“ Nin, Ayah dan Bunda sebentar
lagi kedatangan tamu, sahabat Ayah waktu sekolah. Apa sebaiknya kios tutup
saja?”tanya ayah. Tangannya masih sibuk mengelap buah apel agar nampak
mengkilat
“ Jangan Yah. Kan Pak Ali yang
biasa beli jeruk belum kesini. Kasihankan kalau beliau jauh-jauh kesini tapi
kios kita sudah tutup” jawab Nino
“Benar juga kata Nino Yah. Toh
kalau ada apa-apa, Nino kan tinggal masuk ke dalam rumah. Iya kan sayang?”timpal
bunda. Nino tersenyum sambil membenarkan letak kacamatanya
Selang beberapa menit kemudian,
sahabat ayah Nino datang mengendarai mobil Avanza berwarna hijau toska.
“Oh ya Nin, kalau Pak Ali
datang, bilang kalau jeruk manisnya sudah habis “pesan ayah Nino
“Ok bos..”jawab Nino mantap
Angin siang menjelang sore
berhembus. Sembari menunggu pembeli yang datang, Nino membaca kumpulan dongeng
berjudul Hansel dan Grethel karya Jacob dan Wiliem Grim yang dipinjamnya dari
perpustakaan sekolah
“Assalamualaikum “sapa sebuah
suara
“Walaikum salam” jawab Nino
“Wah asyik. Baca buku apa nak
Nino?”ternyata Pak Ali yang datang
“Ini Pak, kumpulan dongeng”kata
Nino sembari menunjukan judul buku yang tengah dibacanya
“Wah buku bagus tuh. Dongeng
klasik yang inspiratif”
“Iya Pak. Ohya ada yang bisa
saya bantu?”
“Jeruk manis seperti minggu
kemarin masih ada nak Nino?”
Sebelum menjawab, Nino
menggaruk-garukan kepalanya yang tidak gatal. Stok jeruk tinggal yang agak
masam. Kalau dirinya bilang sebenarnya, nanti Pak Ali tak jadi membeli buah.
“Jeruk manis yang seperti
kemarin masih nak Nino?”tanya Pak Ali lagi
“Mmm..masih Pak”jawab Nino
setengah tergagap
“Tiga kilo ya Nak Nino “
“Inggih Pak”
Setengah bergetar Nino menimbang
jeruk masam yang ia bilang manis tersebut
“Berapa Nak?”
“54.000 ribu Pak”
Pak Ali mengeluarkan lima puluh
lima ribu dari dalam dompetnya. Ketika Nino hendak memberi kembalian, Pak Ali
menolaknya
Jam menunjukan setengah 4 sore.
Karena kios sudah agak sepi, Nino kembali meneruskan kembali membaca Hansel dan
Grethelnya.
“Nino, Pak Ali sudah ke
kios?”tanya ayah Nino setelah mengantar sahabatnya yang berpamitan pulang
“Sudah Yah. Pak Ali beli jeruk 3 kilo”
“Kamu kasih harga sebenarnya
kan? Kan jeruknya tinggal yang masam-masam”
“Nggak Yah, Pak Ali nggak
cerewet jadi ya Nino kasih harga seperti harga jeruk manis”
“Aduh...”ayah Nino menepuk
keningnya
“Kenapa Yah? Nino salah ya?”
“Nggak apa-apa Nin. Tapi lain
kali jangan ulangi ya”
“Iya Yah”
Sejak hari itu, menurut ayah dan
bundanya, Pak Ali tak pernah lagi membeli buah di kios mereka. Setiap ada
kesempatan menjaga kios, Nino juga berharap kemunculan Pak Ali untuk meminta
maaf. Tapi harapan Nino dan keluarganya sia-sia. Karena Pak Ali tak pernah lagi
berkunjung ke kios mereka
Hari berganti. Kalau
kemarin-kemarin yang melimpah buah jeruk, kali ini musim buah mangga. Siang
itu, setelah mengganti seragam, salat duhur, Nino langsung bergegas ke kios buah
Begitu sampai di kios, Nino
mendengar percakapan antara ayah dan calon pembelinya
“Mangga ini kecut atau manis
Pak?”tanya calon pembeli. Seorang bapak-bapak. Mungkin seumuran Pak Ali
“Ada yang kecut, ada yang manis, ada juga yang boleng atau sedikit rusak.
Yang bagus-bagus sudah kepilih duluan”
“Wah berarti saya kebagian sisa
ya?”canda si bapak. Ayah Nino tersenyum mendengar candaan calon pembelinya
“Berapa sekilonya Pak?”
“Saya kasih diskon. Jadi 7500
perkilo. Biasanya saya jual perkilo 9000 ribu”
“Boleh deh. 2 kilo saja ya?”
“Yah kok Ayah jujur amat?”tanya Nino heran.
Begitu si bapak pembeli mangga itu berlalu
“Begini Nin, bohong itu untuk
sesaat dan cepat hilang. Kalau jujur itu untuk saat ini dan selamanya dan masa
depan”jawab ayahnya kalem
Nino manggut-manggut membenarkan
ucapan ayahnya. Beberapa saat kemudian, si bapak yang beli mangga itu kembali
ke kios
Semoga bapak itu, mau memborong
lagi buah di kios ayahnya. Harap Nino dalam hati.
Catatan. Cernak ini versi asli, sebelum di edit majalah Ummi.
Catatan. Cernak ini versi asli, sebelum di edit majalah Ummi.
wah manis banget selamat ya
BalasHapusterimakasih sudah berkenan membaca kisah Nino..semoga bisa berkarya lebih baik, lebih manis lagii
BalasHapusSelamat ya Mas Tono :)
BalasHapusmaturnuwun mba Lia..
BalasHapusWah, ini cerpen bukan hanya untuk anak-anak tapi yang jualan juga ni mesti baca huhuhu... inspiratif pak
BalasHapusterimakasih sudah membaca Risqia..terimakasih sudah mampir di blog ini
BalasHapusSuka ceritanya mas... pesannya bagus sekali
BalasHapuswah terimakasih apreasiasinya..minggu mingu ini sering lihat cerpen mba Ruri di Bobo..keren
HapusCeritanya inspiratif dan mengedukasi :)
BalasHapusterimakasih sudah berkenan mampir..
BalasHapus