Sekolah, sekolah, sekolah. Dengan sekolah masa depan yang lebih baik bukan sekedar mimpi, itu yang saya yakini sedari kecil, sedari dulu. Bekal keyakinan itu di SD saya peringkat pertama sejak kelas 3 hingga kelas 5. Padahal hambatan tak sedikit. Ibu meninggal kala kelas 1, bapak yang cuma buruh macul membuat kami anak-anaknya tahu diri. Caranya bekerja di pabrik krupuk sepulang sekolah, jualan es lilin keliling kampung agar bisa punya uang saku seperti yang lainnya
Lulus SD, saya masuk ke sebuah SMP favorit setelah kakak perempuan saya
menjual kalung dari uang tabungannya untuk biaya daftar ulang. Di SMP
prestasi saya tak begitu menonjol kecuali di pelajaran Bhs Indonesia
saya yang di rapot sering 9. Di kelas 2 saya bahkan pernah membolos
hampir 2 minggu karena malu sepatu saya bolong, tas saya jelek, celana
pendek saya usang. Di SMP pula saya sering terlambat ke sekolah karena
harus nganterin es lilin ke warung-warung ( di suruh pemilik kulkas yang
kala itu masih langka ), sepeda kecil saya sering bermasalah. Mulai
dari rantai lepas, sampai bannya bocor.
Sekolah, sekolah, sekolah. Itu mantra ajaib yang membuat saya menabung selama setahun agar bisa masuk SMA ( lulus SMP saya kerja, baru setahun kemudian masuk SMA ). Sekolah,sekolah, sekolah. Itu yang menguatkan ketika ujian atau tes cawu harus antri kartu sementara agar bisa ikut ujian, menebalkan muka saat ditanyai guru ( tapi alhamdulillah beberapa guru nanyainnya ketika saya tak di depan murid lainnya ) kapan melunasi SPP, Sardik, dan lainnya. Sekolah, sekolah, sekolah itu yang selalu menguatkan ketika dipandang sebelah mata orang lain.
Sekolah,sekolah,sekolah. Belasan tahun kemudian setelah lulus SMA, tentu saja masih ada yang memandang sebelah mata apalagi kalau ngeliatnya dari materi.Tapi saya bersyukur bisa sekolah meski tak begitu tinggi. Entah apa jadinya kalau saya tak sekolah. Bapak ibu saya buta huruf, di lingkungan kami dulu banyak yang suka pasang nomer, minum-minuman keras, jarang yang salat dll. Dengan sekolah kemudian saya jadi kenal perpustakaan sekolah, perpustakaan umum Kab Tegal ( dulu bersebelahan dengan SMAGAWI ) dengan sekolah selain baca tulis saya sedikit tahu halal haram, sedikit tahu tentang Islam. Sekolah,sekolah, sekolah. Dengan itu masa depan yang lebih baik bukan sekedar mimpi. Yakinlah...
Sekolah, sekolah, sekolah. Itu mantra ajaib yang membuat saya menabung selama setahun agar bisa masuk SMA ( lulus SMP saya kerja, baru setahun kemudian masuk SMA ). Sekolah,sekolah, sekolah. Itu yang menguatkan ketika ujian atau tes cawu harus antri kartu sementara agar bisa ikut ujian, menebalkan muka saat ditanyai guru ( tapi alhamdulillah beberapa guru nanyainnya ketika saya tak di depan murid lainnya ) kapan melunasi SPP, Sardik, dan lainnya. Sekolah, sekolah, sekolah itu yang selalu menguatkan ketika dipandang sebelah mata orang lain.
Sekolah,sekolah,sekolah. Belasan tahun kemudian setelah lulus SMA, tentu saja masih ada yang memandang sebelah mata apalagi kalau ngeliatnya dari materi.Tapi saya bersyukur bisa sekolah meski tak begitu tinggi. Entah apa jadinya kalau saya tak sekolah. Bapak ibu saya buta huruf, di lingkungan kami dulu banyak yang suka pasang nomer, minum-minuman keras, jarang yang salat dll. Dengan sekolah kemudian saya jadi kenal perpustakaan sekolah, perpustakaan umum Kab Tegal ( dulu bersebelahan dengan SMAGAWI ) dengan sekolah selain baca tulis saya sedikit tahu halal haram, sedikit tahu tentang Islam. Sekolah,sekolah, sekolah. Dengan itu masa depan yang lebih baik bukan sekedar mimpi. Yakinlah...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar