Saya
mengenal penulis novel sejara’Ketika Tembok Runtuh dan Bedil Bicara’ ini sekitar tahun 2006. Beliau, SN.
Ratmana beberapakali di undang ketua Forum Lingkar Pena ( Flp )Tegal saat itu, Mba
Sinta Yudisia, terkadang untuk acara formal yang melibatkan peserta non Flp terkadang
diundang khusus untuk memberi semangat calon-calon penulis yang tergabung di
Flp Tegal.
Suatu
hari, ketika saya tahu di Tegal ada kantor majalah pelajar ‘Kandela,
meluncurlah saya ke alamat Kandela. Sesampainya di sana, saya sangat senang,
bahagia karena di Kandela saya bertemu kembali dengan Pak Suci ( nama asli
beliau Ratmana Suciningrat )yang kala itu menjabat sebagai Dewan Pembina
majalah yang diterbitkan oleh Dewan Pendidikan Kota Tegal ini.
Karena
Kandela buka hanya sampai jam 14.00wib, sedang saya waktu itu masih berkerja di
toko besi, jadilah kalau saya ingin main ke Kandela untuk mengirim tulisan atau
bertanya-tanya tentang dunia literasi, sejarah Indonesia dari masa penjajahan
hingga era revolusi ke Pak Suci terpaksa saya harus bolos kerja.
Dari
sinilah saya terkadang berkunjung ke rumah beliau untuk sekedar curhat kalau
betapa susahnya menulis dan mengirimkan cerpen ke media. Pernah saya dipinjami
beliau buku terbaiknya, Ketika Tembok Runtuh dan Bedil Bicara. Ohya, mungkin
karena sudah sepuh, konon, beliau selektif menerima tamu dan harus ada janji
dahulu sebelumnya. Entah mengapa, kalau saya dan teman-teman Flp Tegal
berkunjung, beliau selalu welcome, menyambut seperti teman lama yang lama tak
bersua.
Di
awal tahun 2009, ketika Flp Tegal berusaha bangun dari tidurnya, Pak Suci
adalah penulis pertama yang mengisi open rekrutmen anggota baru. Kau tahu? Dari
open rekrutmen ini, Ali Irfan yang baru bergabung, dua minggu kemudian terpilih
menjadi ketua Flp Tegal. Alhamdulillah, pilihan kami tak meleset. Di tangan Ali
Irfan ( sekarang sekretaris Flp wilayah jateng ) Flp Tegal mulai unjuk gigi,
dikenal publik kota dan kabupaten Tegal.
Tahun
2010, ketika Flp Tegal bermaksud membuat buku kumpulan cerpen, Pak Suci dengan
senang hati menyanggupi ketika kami minta untuk memberi kata pengantar buku
berjudul ‘Akulah Pencuri Itu’. Di tahun
ini pula kami sepakat mengangkat Pak Suci menjadi Dewan Penasehat Flp Tegal
bersama Pak Gusni Darajatun.
Tahun
2011, Flp Tegal dipercayai Pak Suci untuk membantu menerbitkan naskah berisi
novelet Lolong dan kumpulan cerpen berjudul Lelaki Lansia. Alhamdulillah meski
melalui proses yang panjang, berliku, buku berjudul Lolong Lelaki Lansia terbit. Dan launchingnya menghadirkan Prof
Abu Suud dan sastrawan Kurnia Effendi. Kau tahu? Acara launching ini di liput
berbagai media termasuk Kompas dan Seputar Indonesia.
Waktu
terus bergulir, sesekali kami sering berkunjung ke rumah Pak Suci. Terakhir bulan Februari 2013. Di pertemuan terakhir
ini, Eyang kami, Bapak kami, Kyai kami, Guru kami terlihat begitu kurusnya.
Intonasi suaranya yang dulu semangat, semakin lirih tak terdengar.
Sebentar-bentar beliau ijin ke belakang untuk buang air besar. Mungkin karena
tak enak, Pak Suci meminta Bu Ita ( putri sulung beliau ) untuk gantian
menemani kami.
Jumat,
4 Oktober, sekitar jam 9 pagi, penulis
santun ini menghembuskan nafas terakhirnya. Selamat jalan Pak Suci, Selamat
jalan penulis santun dan halus perangai. Banyak doa dari kami. Semoga Allah
menyediakan Jannah untukmu. Amiin.
Beliau adalah satu dari beberapa Guruku di SMAN Tegal tahun 1970an yang Top Banget, sampai terpilih untuk ngajarin Guru Guru di Malaysia.
BalasHapus