“Tumbas..” seru Fitri di depan
warung Om Tono
“Beli apa Fit?” tanya Om Tono
sambil meletakan buku yang sedang dibacanya di atas etalase
“Brownis satunya berapa Om”
“Satu potong seribu Fit”
“Beli dua deh” Fitri menyerahkan
selembar uang sepuluh ribuan
“Nggak berangkat sekolah Fit” tanya
Om Tono, ramah. Fitri menjawab dengan anggukan kepala
“ Kenapa nggak berangkat? Setahu Om
beberapa hari yang lalu kamu juga nggak ke sekolah. Nanti nggak rengking satu
lagi loh Fit” kata Om Tono lagi. TanganOm Tono yang kokoh menghitung uang untuk
kembalian.
“Nggak bakalan deh Om. Soalnya,
nilai- nilai Fitri saat UTS kemarin selalu
tertinggi” jawab Fitri tanpa bermaksud sombong
“Buat surat ijin nggak untuk Bu
Heni”tanya Om Tono. Fitri menggelengkan kepala.
“Waktu senin kemarin nggak masuk
sekolah, nggak bikin surat ijin juga?” cecar Om Tono. Lagi-lagi Fitri
menggelengkan kepala.
“Eh..Om kok nanya-nya macam- macam
kayak wartawan,uang kembaliannya mana?” ujar Fitri sedikit kesal. Om Tono
menyerahkan empat lembar uang dua ribuan dengan tersenyum.
Meski semenjak dua tahun lalu
menjadi yatim dan ibunya sibuk berangkat kerja pagi-pagi sekali sehingga tak
begitu memperhatikan anak semata wayangnya.
Fitri tumbuh menjadi anak yang pintar. Dari kelas satu hingga kelas
empat Fitri selalu rengking pertama.
Mulanya Fitri anak yang rajin dan jarang sekali bolos sekolah. Kalaupun
terpaksa bolos, biasanya kalau sedang demam tinggi. Maklum dari kelas satu sampai
kelas empat, guru- gurunya terlihat galak sehingga Fitri
segan. Berbeda dengan Bu Heni wali kelasnya sekarang. Selain cantik, Bu Heni
yang berkerudung itu selalu terlihat lembut dan tak bisa marah. Mungkin karena
nilai- nilai Fitri bagus, Bu Heni diam saja ketika dirinya bolos sekolah
beberapa hari yang lalu.
Fitri sangat senang
karena nilai ujian kenaikan kelas semuanya
memuaskan. Sebagian menduduki nilai tertinggi sebagian lagi berada di bawah
posisi Nesa. Fitri tambah yakin posisinya sebagai bintang kelas tak bisa digusur
oleh siapapun, termasuk Nesa.
Seminggu setelah UAS, tibalah saat-
saat mendebarkan. Saat menerima buku raport.
Semua wajah penghuni kelas lima SD
Budi Pekerti terlihat tegang begitu Bu Heni muncul di kelas.
Setelah berdoa bersama, Bu Heni
berujar “ Selamat pagi anak- anak”
“Pagi Bu..”
“Anak- anak semua, Ibu sangat
senang sekali. Nilai- nilai kalian mengalami banyak kemajuan dibanding saat
kelas empat. Almamdulillah. Oke, sebelum
rapor Ibu bagikan, terlebih dahulu Ibu bacakan peringkat satu sampai peringkat
tiga
Suasana kelas hening sejenak.Sinar
hangat disertai angin menerobos dari pintu dan jendela kelas yang sengaja
dibuka.
“Anak- anakku, peringkat satu sampai tiga kelas ini, nama-
namanya persis saat kalian kelas empat. Hanya saja susunannya yang berubah” lanjut Bu Heni lagi.
Jantung Fitri berdetak lebih
kencang. Karena dicekam rasa penasaran. Fitri tertunduk lesu begitu mengetahui
peringkat pertama kali ini diraih oleh Nesa.
“Sebenarnya, nilai rata- rata Fitri
dan Nesa sama persis. Hanya saja karena Fitri pernah tak masuk sekolah tanpa
memberi keterangan, maka peringkat satu untuk kelas ini, Ibu berikan kepada
Nesa. Ibu mau kalian tak hanya pintar, tetapi belajar berdisiplin dan menaati
peraturan.
Meski sedih tak menjadi bintang
kelas, Fitri tak lupa menyalami dan memberi Nesa ucapan selamat. Di kelas enam
nanti, Fitri berjanji tak akan bolos lagi, kalau tak masuk sekolah akan membuat
surat ijin.
NB. Dimuat di Radar Bojonegoro, minggu 15 Sept 2013. emailnya kenalyan@yahoo.co.id
Kalau cerpen dimuat, fee-nya berupa kaos yang keren pake banget.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar