Laras berlari kecil. Bibir mungilnya bersenandung,
sementara tangan kanannya memegang erat uang di saku, agar uang tersebu tak terjatuh. Rambutnya yang hitam, lurus, sebahu
dikucir dua, bergoyang-goyang
ke atas, ke bawah seperti burung merpati sedang mematuk biji- bijian.
Pagi
ini , Seharusnya Laras akan
ke toko buku yang ada di komplek Ruko Slawi
Indah bersama bundanya. Tetapi batal karena lima belas menit sebelum berangkat,
bundanya yang bekerja sebagai bidan desa harus
membantu persalinan Bu Ratna. Mau tak mau Laras sendirian menuju
toko buku yang letaknya tak jauh dari rumah dan bisa ditempuh selama 15 menit
dengan berjalan kaki.
Lari kecil Laras terhenti ketika mendapati seorang
anak kecil, terdunduk lesu di pojokan sebuah toko kelontong. Matanya sembab
karena habis menangis.
Laras
sebenarnya malas menghampiri. Selain takut keburu siang, anak kecil yang habis
menangis adalah adik Santo teman sekelasnya. Laras tak suka dengan Santo,
karena semester ini peringkat satu di kelas jatuh kepada anak penjual kue basah
di depan kantin sekolah padahal sejak kelas satu hingga sekarang kelas lima tak
ada bisa merebut posisinya sebagai bintang kelas. Ohya Santo dan Sinta adalah
murid baru di sekolah Laras.
"Sinta kenapa? Kok nangis?" tegur Laras
kemudian.
"Kak Laras?"ujar Sinta dengan nada
memastikan. Laras menganggukan kepala berkali- kali
"Ada apa Sin" tanya Laras lagi
"Engg..Anu kak,
tadi Sinta di suruh Ibu beli beras sekilo. Tapi berhubung warung Bu Ratna
tutup, Sinta langsung kesini. Tapi...begitu mau membayar beras yang sudah
dibungkuskan, uang Sinta ternyata enggak ada. Uang Sinta hilang Kak"
tangis Sinta kembali pecah. Laras mengelus- elus pundak Sinta agar tangisnya
mereda.
"Sinta sudah usaha mencari?"
"Sudah Kak. Sinta sudah bolak- balik, tapi
uangnya enggak ketemu juga"
Setelah berpikir, berhitung Laras berkata
"Kebetulah Kakak punya uang lebih, sepuluh ribu rupiah, pakailah. Jangan
nangis lagi ya"bujuk Laras
"Terimakasih Kak" ucap Sinta dengan mata
berkaca- kaca
Toko Media Imu nampak ramai. Area
parkir yang letaknya persis di halaman toko, di padati oleh motor dan sepeda
para pengunjung. Setelah berbasa- basi dengan pramuniaga, Laras bergegas menuju
lantai dua tempat dimana buku, novel, dan majalah khusus untuk anak di pajang.
Mata gadis kecil yang duduk di kelas lima SD itu menyapu segala sudut ruangan
lantai dua dan berharap buku cerita yang minggu kemarin ia baca resensinya di
majalah anak- anak itu ada.
"Yes" seru Laras begitu melihat buku
berjudul Gadis Korek Api dengan sampul berwarna cokelat terpajang indah di rak
bertuliskan Bestseller. Tentu saja hal ini membuat Laras menjadi pusat
perhatian pengunjung lain yang sebagian besar seumuran dengannya.
Setelah mengambil buku karangan HC Andersen itu, Laras
dengan riang menuju meja kasir.
"Berapa saya harus bayar Mba" tanya Laras.
"Empat puluh ribu, lima ratus Dek" jawab
pramuniaga
Laras merogoh saku bajunya. Betapa terkejutnya Laras
karena yang tersisa di kantong bajunya justeru uang sepuluh ribuan. Rupanya Laras
salah kasih. Uang yang seharusnya untuk membeli buku telah ia berikan ke Sinta.
"Mba, saya minta maaf. Karena terburu- buru, saya
lupa membawa uang. Kalau besok saya kesini lagi bagaimana mba? Soalnya saya
pengin sekali punya buku Gadis Korek Api" ujar Laras tak enak hati.
“Iya Dek. Insyaallah” jawab Pramuniaga. Untungnya
pramuniaga sudah mengenal wajah Laras sehingga tidak marah meski dirinya tak
jadi membeli.
Dengan langkah tergesa Laras meninggalkan toko buku.
Ketika sampai di toko kelontong, langkah Laras di hentikan oleh panggilan anak
kecil. Rupanya Sinta bersama kakaknya Santo sudah menunggunya."Mungkin
mereka hendak mengembalikan uang" kata Laras dalam hati
"Kak Laras makasih atas kebaikannya ya. Karena
berkat Kakak, kami bisa beli beras dan obat
demam buat ibu. Bahkan lebihnya bisa buat beli buku tulis Kak Santo yang
kebetulan habis. Ya kan Kak?" ujar Sinta
Ternyata Bu
Rahmi sedang sakit, pantas saja beberapa hari terakhir tak berjualan, padahal
aku lagi suka sekali kue pisang molen buatan ibunya Santo ini.
Ujar laras dalam hati
"Makasih ya Ras. Semoga Allah membalas kebaikanmu
hari ini pada kami" Ujar Santo tulus
“Amiin.” Jawab Laras. Mendengar uang tersebut sudah
terpakai, Laras sejujurnya kecewa tapi
demi melihat kedua kakak adik itu terlihat
bahagia dan berbinar-binar, kekecewaaan itu menguap entah kemana. Laras mengurungkan niatnya meminta kembali uang
pemberiannya. Dalam hati, Laras membenarkan kata- kata bundanya, sebelum dirinya menuju toko buku “Menerima itu, menyenangkan tetapi
memberi lebih membahagiakan. Sabda Rasulullah Muhamad Saw, Tangan di atas Lebih Baik Daripada Tangan di
Bawah”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar