gila2an kita hari ini bikin aku iseng nulis ni cerpen. maaf klo ada yg nggak sesuai. just for fun aja. hope you enjoy it. ^_^
RAHASIA EMPAT HATI
Allin memacu motor dengan kecepatan tinggi, meliuk – liuk diantara
padatnya lalu lintas Jakarta sore itu. Ia tahu jika terlambat lima menit
saja semuanya bisa kacau. Sedikit menyesal karena tak bisa menolak
ketika bos mengajak berbincang mengenai proyek baru yang akan
digarapnya. Bulu kuduknya berdiri membayangkan kemarahan dari seseorang
yang sedang menunggunya sore ini. Dipacunya motor itu semakin kencang.
Akhirnya motor memasuki pelataran parkir sebuah mall terkemuka
setelah lebih dari satu jam menembus padatnya lalu lintas. Ia melotot
galak pada seorang cowok yang hendak menempati space parkir yang sudah
diincarnya. Cowok itu mundur dan akhirnya ia bisa memarkirkan motor
dengan tenang untuk kemudian secepat mungkin masuk mall.
Dering handphone yang sejak tadi meraung – raung membuatnya semakin mempercepat langkah. ‘iya sabar dong sebentar lagi nyampe.’
Ucapnya dalam hati. Langkah itu mulai melambat saat menginjakkan kaki
dilantai tiga.mata itu mencari sosok yang sudah membat hatinya porak
poranda belakangan setahun ini. Membuatnya dirundung gelisah serta rindu
yang berkepanjangan.
Tak lama ia menemukan seluletnya tengah menunggu digerai donat . Amat
mempesona dengan kemeja putihnya. Bergegas ia melangkah hingga menabrak
seseorang, membuat minuman yang dipegangnya tumpah.
“Maaf mas nggak sengaja.” Ucapnya.
“Nggak apa – apa mbak. Ehm boleh kenalan?” jawab lelaki itu.
Allin melotot galak kemudian pergi. Langkah itu memasuki gerai donat
kemudian duduk didepan seseorang itu. Ia menyambar minuman didepannya
untuk menetralkan nafasnya yang memburu.
“Sorry mas telat.”
Lelaki itu menjitak kepala Allin dengan gemas kemudian berkata, “Sampai kering aku nunggunya!”
“Kan udah bilang maaf. Ya udah ayo cepetan cabut.”
“Habisin dulu minumnya.”
***
Kantor nampak semakin lengang. Satu per satu karyawan mulai beres –
beres menyimpan semuanya untuk esok hari. Namun lihatlah disalah satu
kubikel nampak dua orang sedang berbincang hangat. Seakan tak terganggu
oleh suasana yang mulai ramai oleh OB yang sibuk berbenah. Orang – orang
pasti menyangka mereka pasangan. Keduanya nampak serasi. Lihatlah sang
gadis dengan semburat merah dipipi nampak berusaha bersikap sewajar
mungkin. Sedangkan sang lelaki tersenyum simpul.
Lelaki itu bernama Hapiz seorang staffa akuntansi dan gadis itu
bernama Dessy public relations. Keduanya sudah setahun ini bekerja
diperusahaan makanan berskala internasional itu. Siapa sangka hubungan
kerja akan menjadi awal dari persahabatan manis yang mereka jalani dan
tahukah kau gadis itu memendam rasa padanya bahkan sejak awal pertemuan
mereka.
Dessy melirik handphone yang tergenggam ditangannya, belum ada kabar
dari Allin maupun Kindi. Ia tak tahu harus cemas atau bersyukur
karenanya. Apakah semua baik – baik saja? Entahlah yang pasti ia
menikmati kebersamaan ini.
“Dessy? Are you okay?”
“Hah? Yeah I’m fine.” Jawabnya sedikit terbata.
“Kamu terlihat sedang menunggu sesuatu. Atau kita pulang saja?”
“Ah hanya perasaanmu saja. Aku masih ingin disini.”
“Akan ku tunjukkan padamu sesuatu.”
Hapiz bangkit dari duduk kemudian mengulurkan tangan pada gadis
disampingnya. Desy tertegun menatap uluran tangan itu. Ia tak bisa
menahan hatinya untuk tak melambung. Tubuhnya mendadak kaku terantai
ragu. Sesuatu dalam dadanya berdegup dengan kencang. Perlahan disambut
uluran tangan itu, kemudian mengikuti lelakinya melangkah.
***
“Yang ini Mas Kindiiiiiiiiiiii.” Kata Allin gemas.
“Jelek Lin. Yang ini aja. Lebih manis.”
“Pokoknya aku mau yang ini!”
“Udah Mbak nggak usah didengerin. Yang ini aja dibungkus.”
“Nggak mbak! Yang ini aja.”
Pramuniaga toko kue itu tersenyum melihat tingkah mereka masih saja
bertengkar. Sudah lebih dari satu jam mereka memperdebatkan hal yang
sama namun nampaknya kata sepakat masih suka bersembunyi. Sebuah ide
mampir dikepala pramuniaga itu sebagai solusi untuk menghentikan
perdebatan yang sepertinya sebentar lagi akan berubah menjadi perang
terbuka.
“Bagaimana kalau yang ini?” tawarnya ramah. Kedua manusia berisik itu terdiam kemudian tersenyum.
***
Dessy melangkah hati – hati meniti tangga yang membawanya keatap
gedung. Sepatu hak tingginya tak bisa diajak kerja sama untuk hal yang
satu ini. Hapiz menuntun langkahnya pelan, menjaga agar gadis itu tetap
dalam posisi nyaman menaiki tangga yang agak curam. Tangan itu
menggenggamnya erat. Ia merasakan detak jantung yang kian memburu.
Berharap semoga anak tangga tak kunjung habis sehingga genggaman itu tak
terlepas walau sedetik.
Hapiz membuka pintu atap, seketika terpaan angin menyambut. Sedikit
berisik karena hembusannya yang sedikit kencang. Tapi membuatnya merasa
bebas. Dasinya berkibar membuat suasana semakin berisik. Ia melepas dasi
itu, membuka kancing teratas kemejanya kemudian menggulung lengan
kemeja sebatas siku. Memasukkan dasi ke saku celana kemudian menatap
kota.
“Pemandanganya indah bukan?” tanyanya. Dessy mengangguk. “Kemari akan ku tunjukkan padamu sesuatu yang lebih indah.”
Dessy tertegun karena tangan itu kembali terulur.
***
Lalu lintas yang masih padat serta senja yang mulai menjemput membuat
Kindi mengurangi kecepatan laju motor. Dengan seseorang diboncengannya,
ia merasa perlu meningkatkan kewaspadaan. Sesekali diliriknya gadis itu
lewat spion. Ia tahu benar raut wajah itu sudah benar – benar tak
sabar.
“Stop Mas!” kata Allin tiba – tiba. Ia turun dari boncengan
memberikan bungkusan kue dengan hati – hati. “Biar aku yang bawa
motornya!”
Kindi terdorong mundur karena gadis itu dengan cepat mengambil alih
kemudi tanpa sempat mengeluarkan sepatah katapun apalagi protes.
“Pegangin kue-nya. Jangan sampai rusak. Kita main – main dikit.”
Motor melaju dengan kecepatan tinggi, meliuk – liuk diantara padatnya
lalu lintas. Bahkan Allin nekad melewati celah dari dua bus yang
beriringan. Penyesalan besar menjalari Kindi. Mengapa ia bisa semudah
itu memberikan kemudi pada gadis ini. Padahal ia tahu persis betapa
tidak sabarannya Allin. Mulutnya merapal doa semoga masih diijinkan
melihat esok hari.
***
“Ayo sini Des. Kamu nggak takut ketinggian kan?” tanya Hapiz sembari mengajak Dessy lebih dekat dengan bibir gedung.
Dengan santai ia duduk dipinggir memandang lurus kedepan. Dessy
mencengkram lengan lelaki itu erat. Sungguh ia takut berada disitu
apalagi dengan ketinggian lebih dari sepuluh lantai. Tapi entah mengapa
rasa nyaman yang bercokol kuat dalam benaknya mengikis kengerian. Dalam
hati ia berharap agar Allin dan Kindi tak jadi datang.
***
Suara rem berdecit menyemarakkan lobi yang lengang. Kindi menarik
nafas lega karena terbebas dari persimpangan surga dan neraka. Gadis itu
memamerkan senyum tanpa rasa bersalah sedikitpun karena sudah membuat
wajahnya yang pucat pasi.
“Ntar kapan – kapan cobain yang lebih kenceng ya Mas?” ucapnya
sembari memperlebar senyum yang membuat Kindi kembali mendaratkan sebuah
jitakkan dikepala.
Sesuai informasi, mereka menekan tombol lift menuju atap gedung.
Keduanya terdiam sibuk dengan pikiran masing – masing. Akan kuberitahu
seseuatu padamu, gadis itu sebenarnya sibuk memperingatkan jantungnya
agar tak berdegup melebihi kecepatan normal. Sementara lelaki itu sibuk
menata hati untuk sebuah pertemuan yang tlah lama dinantikannya.
***
“Terima kasih ya Fiz. Kamu sudah mengajakku kesini.”
“Ah tak masalah. Bolehkah aku bertanya satu hal?”
Ia mengangguk. Jantung Dessy berdegup kencang sibuk menerka tentang
arah pembicaraan lelaki disebelahnya. Mengingat suasana yang mendukung,
jangan – jangan ia akan mengatakannya. Tiga kata yang sejak setahun lalu
ditunggunya. Lelaki itu mengeluarkan sesuatu dari saku celananya.
Sebuah kotak kecil yang didalamnya tersemat sebuah cincin yang sangat
indah. Dessy terkesiap, lupa bernafas.
“Apakah terlalu cepat jika aku.... ehm jika aku...”
***
Kindi menyodorkan sebuah gelang didepan mata Allin.
“Bagus nggak Lin?”
Ia menyambutnya, memperhatikan detailnya. Gelang yang indah. Ada
ornamen not balok serta lambang hati disana, seolah ingin mengatakan
cintanya bernyanyi. Mengalun seiring lembutnya nada. Betul – betul
sesuai dengan seleranya. Apakah moment yang ia tunggu sudah tiba?
Harapan itu melesat keangkasa.
“Bagus Mas. Bagus banget.”
***
“Apakah terlalu cepat jika aku... ehm jika aku...”
“Happy Birthday Abangggggggggggg.”
Suara berisik itu memutus kata – kata Hapiz. Nampak Allin dan Kindi
datang dengan kue tart lengkap dengan lilinnya. Hapiz membantu Dessy
mendekati mereka. Bersama – sama menyanyikan lagu ulang tahun sebelum
lilin tersebut ditiup.
“Thanks ya? Nggak nyangka bakal dapet kejutan. Ide siapa ini?” tanya
Hapiz. Kindi dan Dessy serempak menunjuk Allin yang cengar cengir
sableng.
Hapiz berdiri dihadapan Allin. Kindi melakukan hal yang sama
dihadapan Dessy. Kedua gadis itu merasakan ada yang salah dengan semua
ini karena yang berdiri dihadapan mereka bukanlah yang diinginkan. Kedua
lelaki itu berjongkok, Hapiz mengeluarkan cincinnya, sedangkan Kindi
mengeluarkan gelangnya.
“Would you be mine?”
Sore itu ada empat hati yang patah.
THE END
bener2 iseng kan?
kabur sebelum dijitakin rame2. :P
Rabu, 21 November 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Anak Suamiku
Anak Suamiku : KBMAPP | sutono_adiwerna
-
Judul Buku : Cinta Laki-Laki Biasa Pengarang : Asma Nadia dkk Penerbit : Asma Nadia Publishing...
-
Jujur Untuk Selamanya Oleh Sutono Adiwerna Sudah tiga bulan ini, ayah Nino membuka kios buah di depan rumah. Mula-mula...
-
Judul buku : Sahabat Sejatiku Penulis : Farras Salsabila Penerbit : Tiga Ananda, Tiga Serangkai Solo Tahun Terbit : April 2013 Tebal : 8...
-
Judul Buku : My Sweet Heart Penulis : Amira Budi Mutiara Penerbit : Dar Mizan Anak ( KKPK ) Cetakan : Pertama Februari 2009 ...
-
Jumat malam, saya belum mendapatkan materi apa yang akan disampaikan saat kelas menulis di SDIT BIAS nanti. Malam itu, saya iseng beres bere...
-
Mereka meninggal di usia yang muda. Meski telah tiada karya mereka masih teringat bahkan ada yang sampai sekarang mempunyai Fans Page yang m...
-
1. Setting TK tempat Ade Irma Suryani. Saat Ade Irma dkk bermain, latar lagunya Lihat kebunku . Lihat Kebunku penuh dengan bunga...
-
Judul buku : Di bawah naungan cahaya-Mu Penulis : Desi Puspitasari Tahun terbit : September 2007 Tebal buku : 192 halaman Harga : ...
-
Baru baru ini, di kelas menulis SDIT Usamah Tegal, saya meminta murid2 untuk mencurahkan isi hati dalam sepucuk surat. Mau tahu isinya..? 1...
-
Rasa pertama ketika Bu Endah akan mengajar Bahasa Inggris di kelas kami, 3 IPS 4 adalah gemetar. Pertama karena bahasa Inggrisku memang anc...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar