Kamis, 15 November 2012

Akhirnya Ketemu Gol A Gong di Pekalongan


Minggu pagi tanggal 1 juli 2012, tepat jam enam pagi saya bertolak dari rumah  menuju Kajen, Pekalongan untuk mengikuti work shop Be A Travel Writer bersama Mas Gol A Gong. Sepanjang perjalanan Tegal- Kajen tidaklah luar biasa mungkin karena saya ketika menjadi salesman pernah ditempatkan di kota Batik ini. Yang bagi saya luar biasa adalah detik- detik menuju hari H plus tentu saja ilmu yang saya dapat dari penulis serial fenomenal Balada Si Roy ini. Sengaja saya buat, berharap bermanfaat setidaknya bagi saya pribadi.

Gila baca sejak usia kanak- kanak membuat saya sudah membaca Balada Si  Roy yang kala itu dimuat berseri di majalah Hai. Kebetulan saya punya sepupu yang langganan majalah bersegmen remaja pria ini. Meski saya menyukai serial Roy, saya kecil tidak mau tahu siapa penulisnya.

Tahun 2006 berkat majalah Annida, saya bisa bertemu mba Sinta Yudisia dan bergabung dengan Flp Tegal. Dari komunitas inilah saya mulai di perkenalkan mba Sinta dengan karya- karya  penulis yang tergabung dengan Flp termasuk di dalamnya mas Gola Gong. Dari sini pulalah saya tahu kalau penulis Balada Si Roy

Sejak tahu siapa penulis Balada Si Roy, saya mulai berburu buku- buku Mas  Gong. Baik dengan membaca di perpustakaan, maupun membeli buku beliau. Tak selalu membeli baru, terkadang saya juga hunting di kios buku atau majalah seken. Dari sini setidaknya saya sudah memiliki 4 seri BSR, Jangan Mau Gak Nulis Seumur Hidup, Be A Writer, Al Bahri, Jenderal Kancil. Dan satu lagi buku yang membuat saya ingin berjumpa ayah dari penulis KKPK, yang sekarang beranjak remaja, Bella, yakni memoar tentang impian Mas Gong dan Mba Tias untuk mendirikan rumah kreatifitas bernama Rumah Dunia, Ini Rumah Kita Sayang demikian judul bukunya. Menyelami buku itu, mata hati saya terbuka bahwa buku itu jauh lebih berharga kalau di baca banyak orang

Awal tahun 2012, saya dapat bocoran kalau Mas Gong akan bertandang ke kota Batik, Pekalongan. Sejak saat itu pula saya mencoba menyisihkan uang agar bisa mengikuti work shop. Tapi apa daya uang yang terkumpul selalu saja terpakai hal lain. Bahkan hingga seminggu menjelang hari H saya belum punya uang sama sekali. Tulisan- tulisan saya entah mengapa tahun ini lebih banyak terbit dalam bentuk antologi daripada tembus media. Sudah rahasia umum, meskit tidak semuanya ( Gilalova 5, yang memuat cerpen saya , masuk dalam yang tidak memungut biaya baik beli buku, apalagi penerbitannaya)  tergabung antologi artinya bukan dapat honor, terkadang malah penulis harus merogoh kocek mulai dari untuk membeli buku yang ada tulisannya, bahkan ada pula yang ikut membiayai proses penerbitannya. Tapi apapun itu, saya bersyukur. Setidaknya dengan memiliki beberapa antologi tulisan saya bisa dibaca orang lain serta membuat saya kenal dengan penulis- penulis lain.

Jika bermimpi, segera bangun dan kejarlah mimpimu. Demikian kata Anggun di acara Kick Andi beberpa tahun silam.

Tanggal 25 Juni saya mendapat paket berisi buku Gilalova 5, terbitan Gong Publishing. Datangnya paket ini, meneguhkan saya untuk datang ke Pekalongan. Tetapi di tengah kemantapan hati, saya mendapat informasi kalau Flp Jateng juga akan mengadakan Muskerwil di hari yang sama. Datang ke Pekalongan dan bertemu Mas Gong adalah mimpi saya, sementara datang ke Muskerwil juga sama pentingnya.

Jumat tanggal 29 Juni, setelah mengkonfirmasi ke panitia work shop, jujur saya belum punya uang. Setidaknya saya harus memegang uang sebesar RP 125.000, dengan perincian untuk  tiket acara, 85rb. Transpot PP Tegal- Kajen 40rb.

Dihari Sabtu tanggal 30 Juni, alhamdulillah ada pelanggan koran yang berhenti langganan, yang kemudian langsung membayar uang tagihan sebesar Rp 80.000. ( Rabb semoga engkau memberi kemudahan hamba bisa segera melunasinya )

Minggu tanggal 1 Juli, dengan uang sebesar Rp 92.000 dikantong, saya nekat bertolak ke Pekalongan. Sesampainya di lokasi,dengan sangat elegan saya berkata ke panitia yang menjaga presensi
"Mba, saya sudah punya buku Te-We ( Travel Writer ). Kalau ndak usah dapat buku dapat potongan harga"
"Boleh Mas, berhubung njenengan anggota Flp dari Tegal pula ada potongan jika tidak mendapat buku tersebut sebesar 50%. Jadi mas cukup membayar tiket acara sebesar Rp 42.000 saja"

Akhirnya saya menarik nafas lega. Artinya saya bisa pulang ke Tegal tanpa harus merepotkan orang lain. Ah semua atas izin-Mu, Maka nikmat-Nya yang manakah yang kau dustakan?

Tegal 3 Juli 2012. Di tulis dini hari, setelah sadar blok note berisi materi mas Gong plus wawancara dengan pak Tirto yang rencananya untuk membuat feature atau cerpen hilang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Anak Suamiku

Anak Suamiku : KBMAPP | sutono_adiwerna