Senin, 29 Oktober 2012

Menulis dalam Kesederhanaan ( Kolom Sakpore, Suara Merdeka. Pantura )


Prolog

Awalnya saya kaget ketika seorang teman wartawan Suara Merdeka yang kebetulan bertugas untuk wilayah Kabupaten Tegal meminta saya menjadi narasumber untuk kolom Sakpore yang akan ditulisnya. Kaget karena dilihat dari sisi manapun, rasanya saya belum pantas. Apalagi kalau kacamatanya produktifitas karena 18 tulisan saya yang kebetulan dimuat media, itu saya dapat dalam kurun waktu yang cukup lama yakni dari tahun 2006 sampai sekarang. Saya baru mengiyakan mas pewarta, ketika dia bilang niatkan tulisan ini untuk memotivasi orang lain untuk menulis. Maka berikut saya bagikan sekilas profil saya, mudah- mudahan bermanfaat.

Slawi- Namanya cukup singkat dan mudah diingat, Sutono. Karena lahir di Adiwerna, kabupaten Tegal, maka dia menambahkan Adiwerna sebagai nama pena yang selalu ditulis di setiap karyanya. Sutono Adiwerna, demikian namanya itu dikenal

Nama Sutono Adiwerna pertama kali muncul di majalah remaja Islam nasional pada tahun 2007. Tulisannya waktu itu berisi curahan hati untuk mengambil hikmah di balik keterbatasan seseorang. Setelah itu, namanya kerap menghiasi berbagai media, lokal maupun nasional.

Tercatat, sekitar 18 karyanya berupa cerpen dan puisi dimuat di media- media tersebut. Selain itu, dia juga beberapa kali terlibat dalam proyek tulisan amal untuk kemanusian. Misalnya cerpen untuk penggalangan dana bantuan Jogyakarta dan tragedi Palestina.

Pria yang akrab disapa Tono atau Suto ini tercatat sebagai salah seorang pengurus Flp Tegal. Sebagian besar karyanya, mengangkat kehidupan kaum terpinggirkan, misalnya tukang becak, perempuan malam dan tenaga kerja wanita ( TKW )

"Salah satu karya yang berkesan adalah cerpen berjudul Warsih yang dimuat di majalah pendidikan Kabupaten Tegal." terangnya.

Warsih menceritakan tentang remaja putus sekolah yang terbujuk untuk menjadi TKW. Namun, menurut Tono, meski  hanya dibaca lingkup lokal Kabupaten Tegal, Warsih menjadi sangat berkesan karena menginspirasi para pelajar dilingkungan sekitarnya untuk mencermati cerpen.

Karya- karya pegiat Rumah Baca Asma Nadia itu lahir dalam kesederhanaan hidup yang di jalani sejak kecil. Sehari- hari dia bekerja sebagai pedagang koran di Kota Slawi, sejak pukul 07.30 hingga puku 15.00. Di sela- sela menunggu pembeli, ide- idenya sering kali mengalir.

" JIka punya ide, saya tulis secara oret- oretan di kertas seadanya. Lalu saya rapikan dan salin di kertas polio. Karena tidak punya komputer, lalu saya ketik lagi dirental komputer." ujar alumnus SMAN 3 Slawi itu.

Saat masih SD, di juga nyambi sebagai pedagan es keliling. Karena hobi membaca, dia kerap menerima majalah bekas sebagai alat pembayaran barang dagangannya. ( Suara Merdeka )

Nb. Untuk semua yang telah membuat saya ingin menulis..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Anak Suamiku

Anak Suamiku : KBMAPP | sutono_adiwerna