Rabu, 01 November 2017

Kritik Sosial Lewat Cerpen

Judul Buku : Kiai Amplop
            Pengarang : Sam Edy Yuswanto
            Penerbit : Lovrinz Publishing, Cirebon
            Cetakan : Agustus 2017
            Tebal : 124 Hlm
            ISBN : 978-602-6652-96-6
                Kiai Baha adalah Kiai muda yang tengah naik daun serta dikagumi masyarakat di daerahnya. Bukan hanya parasnya yang tampan, Kiai Baha juga lihai meramu kata saat berceramah di publik. Cara menyampaikan dakwahnya pun dengan hallus, tegas tapi tidak saklek. Kiai Baha juga tidak pernah menyindir golongan tertentu dan suaranya merdu saat melantunkan ayat ayat suci Al quran
                Secepat kilat, karir Kiai Baha melesat tinggi melebihi para artis. Hal ini membuat warga di daerahnya kecewa karena Kiai Baha hijrah ke Jakarta karena menjadi pengisi tetap pengajian di beberapa televisi swasta. Kiai Baha juga kerap diundang ke acara-acara pengajian besar di ibu kota. Kini warga di daerahnya hanya bisa melihat Kiai idolanya hanya dari layar kaca
                Karena karir Kiai Baha kian moncer, Jika warga di daerah mengundang untuk mengisi acara walimahan dan semacamnya, Kiai Baha menolak dengan alasan sibuk atau jadwalnya padat padahal sebenarnya Kiai Baha kerap membandingkan isi amplop  alias mematok harga
                Suatu hari, Kiai Baha menjerit karena mendadak jubah besar yang dikenakannya mengeluarkan hawa panas yang luar biasa.Kia  Baha terus menjerit-jerit meminta pertolongan. Tapi anehnya, tak ada seorangpun mau menolongnya termasuk  istrinya sendiri. Apa yang terjadi dengan Kiai Baha?
                Buku berjudul Kiai Amplop ini, merangkum 13  cerpen. Sebagian besar cerita-cerita di dalamnya menyuguhkan kritik sosial yang ada di masyarat. Di cerpen Kiai Amplop, Sam Edy menyuguhkan  fenomena Kiai-Kiai yang mematok harga saat  mengisi acara dan tidak bersedia mengisi acara di daerahnya takut dibayar tidak sesuai tarif
                Cerpen berjudul Korupsi, menyoroti praktek-praktek korupsi negeri tercinta. Dari mulai tingkat besar hingga tingkat kecil. Dari kelas pejabat hingga praktek korupsi di keseharian. Saat mengisi BBM di SPBU misalnya. Kritik sosial lain ada di cerpen Menara, Pelayat Amplop, Pilkades, Kiai Jarkoni dan lain-lain
                Cerpen-cerpen dalam buku ini, ditulis dnegan bahasa yang sederhana, cair dan mengalir sehingga enak dibaca
                Kelebihan lainnya, beberapa cerpen endingnya penuh kejutan dan tidak mudah ditebak. Bisa jadi karena penulisnya sudah banyak menulis di banyak media massa
                Tapi tak ada gading yang tak retak. Kumpulan cerpen ini punya kekurangan. Tapi buku ini sayang untuk dilewatkan setidaknya untuk hiburan dan bisa dibaca di sela-sela waktu senggang. Selamat Membaca


PERESENSI : SUTONO ADIWERNA, PENULIS LEPAS, PEGIAT FLP TEGAL

Selasa, 03 Oktober 2017

Tentang Mba Sinta

2006, siang yang terik dengan sepeda ontel akhirnya saya sampai di rumah penulis cerpen Di Ujung Kota Jerash versi buku Gadis kota Jerash yang alamatnya ada di majalah Annida edisi jumbo. Cerpen itu memenangkan lomba kepenulisan yang diadakan majalah remaja islami tersebut. Entah apa yang menyeret saya memberanikan diri dari Adiwerna ke Tegal ( ini kali pertama bersepeda dengan jarak yang lumayan jauh ) yang jelas, hari itu sampai sekarang tak pernah saya lupa. Mba Sinta Yudisia II dan Mas Agus menyambut saya dengan ramah, orang yang belum pernah mereka kenal sama sekali. 

Di pertemuan ini, mba Sinta memberi saya info lomba cerpen remaja. Siang itu saya pulang ke rumah dengan semangat menjadi penulis yang mulai menyala. 

Singkatnya, saya membuat sebuah cerpen yang terinspirasi dari drama TVRI Bima dan Abimanyu ( ada yang ingatkah dua kakak adik yang suka ribut tapi pas adiknya gagal ginjal kakaknya yang benci sekali karena orang tuanya lebih sayang ke adiknya si kakak rela mendonorkan ginjalnya ? ).

Setelah cerpen jadi, saya menitipkan cerpen itu ke kantor Mas Agus yang kala itu berdinas di kantor pajak di depan smugawi. Saat pengumuman lomba cerpen remaja itu, saya tentu saja kalah karena ini cerpen pertama ( sekarang pun saya sering kalah atau cerpennya ditolak media hihi ) tapi saya bersyukur bisa ketemu penulis serial lupus abg mas Boim Lebon dan serial Olin Mas Ali Muakhir ( belakangan saya surpraise karena mas ali asli slawi ) dan menjadi anggota FLP cabang Tegal. 

Bisa jadi kalau bukan mba Sinta yang ketua Flp Tegal saya cuma mampir kemudian hengkang dari rumah penuh cinta bernama forum lingkar pena. Singkat kata lagi, saat saya sedang giat giatnya belajar menulis, mba Sinta hijrah ke Surabaya. Sekali lagi, mungkin kalau dulu ndak bertemu mba Sinta, saya sudah menyerah. Kalah. Tapi saya terus berusaha berjuang hingga satu persatu karya saya dimuat. 

Kembali ke mba Sinta, di Surabaya nama mba Sinta semakin moncer pertama jadi ketua flp jatim hingga sekarang jadi ketua flp se indonesia. Selain di FLP seingat saya mba Sinta mulai kuliah lagi dari jurusan akuntansi ke psikologi ( dari SI hingga S2 ) ditengah kesibukannya yang bejibun karya guru nulis saya ini terus dan terus terbit dari mulai novel remaja, novel juara lomba, buku parenting, buku how to setiap tahun selalu terbit buku barunya dan tahun ini selain REM bersetting Maroko dan novel dengan kaver yang menurut saya kereeen sekali...



.
Tegal, 27 Sept 2017, sembari mendengarkan tembang-tembang 80an

Selasa, 19 September 2017

Kelas Inspirasi Pemalang, Ikhlas menginspirasi anak-anak Indonesia

Usai dinyatakan lolos menjadi relawan Kelas Inspirasi Pemalang, Alhamdulillah honor dua tulisan yang dimuat sudah di transfers dari koran terbitan Yogyakarta. Nilainya lebih dari cukup untuk ongkos PP Pemalang-Tegal, dan lain-lain. Jadi saya tak perlu jual buku-buku koleksi pribadi buat ongkos ke sana. Haha

Meski begitu, seminggu sebelum Hari Inspirasi, saya sempat berniat mengundurkan diri dari KI Pemalang. Pasalnya, dapat undangan rapat dari kepala sekolah tempat saya mengajar eskul jurnalistik yang bertepatan dengan Hari Inspirasi yakni 16 Sept 2017. Untungnya, setelah ijin melalui seorang guru di sana, saya diperbolehkan ijin tak mengajar  eskul.

Singkatnya, saya sampai di Pagaran, Pemalang jam setengah tiga sore. Dan langsung di jemput Kak Imam selaku Fasil dari rombel kami. dan sampailah saya di Pendopo Kab Pemalang tempat di mana Brifing Kelas Inspirasi berlangsung. Di sana, saya bertemu Kak Tari, Kak Widya, Kak Aria, Kak Mamuri rekan saya saat mengikuti KI Brebes tempo hari. Senangnya bisa melihat mereka sehat dan tetap semangat untuk berbagi inspirasi

Usai ketemu dr Aria dkk, saya bergabung dengan tim/rombel SDN 1 Jrakah, Taman, Pemalang dan mengikuti acara brifing yang dipandu oleh dua relawan Indonesia Mengajar. Menurut saya, brifing kali ini kalah seru dibanding brifing KI saat di Brebes. Eh tapi bukannya saya tak enjoy ya..saya suka. Menikmati sepanjang brifing berlangsung.

Bakda magrib rombel kami menyicipi kuliner khas Pemalang, Lonton Dekem. Sebenarnya mirip Soto Tegal ya, tapi kalau di Tegal via nasi di sini pakai lontong/kupat. Setelah semua anggota rombel kumpul, kami berombongan menuju tempat transit sebelum besoknya beraksi di sekolah. Ohya SDN Jrakah 1, letaknya lumayan jauh dari Pendopo Kab Pemalang. Kira-kira sejam menggunakan motor baru nyampai. Perjalanan kami makin seru karena selain menembus gelap malam, kondisi jalannya lumayan rusak sehingga penyetir motor harus ekstra hati-hati

Ketika hampir sampai di home stay, relawan kami yang berinisial Anggar SetiyoAji baru nyadar kalau jam tangannya raib.Padahal jam itu pemberian seseorang spesialnya. Padahal ia belum hapal merknya karena baru dipakai dua hari...duhhhh ( turut bersedih ya Kak Anggar ..)

Singkatnya kami bisa menyelesaikan PR besar mengajar di SDN 1 Jrakah dengan lancar. Anak-anak yang awalnya lari tunggang langgang saat kami ajak foto. Setelah opening, ice breaking, mengajar di tiap kelas, menjelang pulang mereka enjoy dan minta foto-foto. Ada juga anak yang protes kenapa kelas inspirasi hanya setahun sekali sih Kak

Akhir kata, terimakasih buat Kak Imam yang sudah menjemput saya, dan selalu ada saat relawan butuh sesuatu meski di vermet bawel. Haha. Kak Anggar, terimakasih boncengannya. Semoga jamnya dapat ganti yang lebih baik ya ditunggu undangannya. Hihi. Kak Asmie tukang foto yang rela bawain atau bikinin ya? minuman buat relawan. Kak Prio, Kak Erik, kalian luar biasa. Kak Salim, terimakasih jadi MC sehingga acaranya lancar. Kak Any terimakasih sehingga kami tak perlu lembur bikin name tag, meski tetap saja pasukan prianya begadang sampai jam 2 malam ( kalau saya kebalikan saat yang lain tidur saya yang terjaga. haha ). Kak Gina, Kak Kis, Kak Winda yang ramah pada anak-anak. Kak Firman yang Sheila Gank sekaligus Vianisti, kok seleranya dua kutub ya? Kak Arya yang multitalenan, talent ding. HRD, Pelatih Karate, penulis 3 buku pula..kita tukeran buku yuk Kak..haha ( duah maaf jika ada yang kurang sebut )

Akhir kata, hari luar biasa itu tak kan pernah saya lupa

Tegal, 19 Sept 2017, sembari mendengarkan Resah, Berdua Saja, Akad-nya Payung Teduh




Kamis, 07 September 2017

KOKO

Namaku Koko. Tapi, hampir semua siswa di SMA 3 memanggilku Emon.  Jujur aku marah, benci, tak suka dipanggil demikian. Tapi aku bisa apa? Aku tak becus mendribel bola saat basket. Kakiku kaku seperti kayu saat menggiring bola. Tanganku gemetar memegang raket. Tenagaku juga tak kuat saat memukul bola voli. Tak hanya itu, kalau lompat tinggi aku orang pertama yang gugur di ketinggian 110 cm. Namaku Koko. Karena aku selalu jadi pecundang  di pelajaran olahraga, mereka memanggilku Emon. Ohya suaraku juga lembut. Seperti suara ibuku
            Ibuku meninggal saat aku kelas 1 SD. Bapak bekerja sebagai tukang macul. Bapak bekerja kalau ada pemilik sawah yang menyuruh. Kalau tidak? Bapakku nganggur
            Meski aku lahir dari keluarga tak mampu, aku termasuk anak yang cukup cerdas. Di bangku SD aku sering mendapat peringkat  kelas saat pembagian rapot
            Namaku Koko. Aku ingin terus sekolah meski untuk itu, sejak kelas 3 SD aku sudah bekerja di pabrik kerupuk di dekat rumah. Aku juga kerap ditegur guru karena sering telat bayar iuran SPP. Penampilanku juga paling kucel dibanding murid-murid lainnya. Maklum baju seragamku cuma satu.
            Karena hidup dalam kemiskinan, sejak kecil aku tak pernah merasakan asyiknya bermain bola di lapangan seperti anak lainnya.  Tak bisa bebas mandi di kali gung karena sepulang  sekolah aku harus berangkat kerja hingga petang hari. Andai saja ibu belum tiada? Andai saja bapakku kaya raya? Aku tak perlu susah payah agar bisa terus sekolah
            Namaku Koko. Kalau hari minggu aku juga harus disibukan mencuci baju dan seragam, melipat kadang juga menyetrikanya. Aku cuma gigit jari melihat anak-anak lain memancing atau bersepeda ria ke Waduk Cacaban, yang terkenal di kota kami.
            Aku nyaris putus asa ketika bapak tak mengizinkanku untuk melanjutkan sekolah selepas mendapat ijazah SMP
            “Biaya SMA itu selangit. Kamu tak lihat sepupumu Ragil yang orangtuanya menjual tanah untuk biaya sekolahnya?” cecar bapak kala itu. Aku hanya bisa menunduk tanpa bisa melawan.
            Setahun lamanya aku memendam rindu duduk di bangku sekolah, berseragam putih abu-abu. Kalau malam menjelang aku sering menangis di sajadah kadang juga membahasi buku harian  saat meluapkan gundah gulanda karena ingin sekolah. Setahun lamanya aku menyimpan mimpi sembari terus bekerja di pabrik kerupuk kepunyaan Lik Yanto
            Namaku Koko.  Suatu hari Tante Yeni sahabat almarhum ibu. Tante Yeni bersedia menyekolahkanku dengan sarat aku ikut ke kota membantu mengerjakan pekerjaan rumah seperti menyapu, mengepel atau mencuci motor atau mobil kepunyaan suaminya. Tanpa pikir panjang dan bapak membolehkan aku mengiyakan ajakan Tante Yeni. Asal bisa sekolah,  pekerjaan-pekerjaan itu tak menjadi beban buatku. Lagi pula bukankah pendidikan adalah hak setiap warga negara?
            Orang-orang kota dan orang-orang di kampungku ternyata seperti air dan api. Ketika di kampung tak pernah ada yang mengejekku Emon, Beti atau apalah. Di kampung aku dikenal sebagai anak penurut dan pintar. Itu saja
            Kali pertama aku mengenalkan diri di depan kelas,  mendengar suaraku yang kecil dan lembut murid-murid di kelasku langsung berseloroh Emon. Emon. Emon. Belakangan aku baru tahu kalau Emon adalah salah satu karakter di novel dan film Catatan Si Boy yang kemayu dan centil seperti perempuan
            Tante Yeni punya anak yang seumuran denganku, namanya Ferdy.  Ferdy juga sepertinya tak menyukaiku. Kalau di sekolah ia seperti tak mengenalku. Kalau di rumah Ferdy juga hanya berbicara denganku seperlunya saja. Padahal aku ingin berkawan dengannya.
            Suatu hari Tante Yeni dan suaminya ke luar kota. Ferdy yang biasanya di rumah kalau ada orang tuanya, pergi entah kemana. Mungkin ke rumah temannya, mungkin juga ke diskotik seperti anak orang kaya lainnya. Ohya Tante Yeni dan keluarganya, punya pembantu rumah tangga yang bertugas memasak dan menyetrika, tapi biasanya berangkat pagi dan pulang menjelang sore hari
            Tengah malam, aku terbangun. Dari pintu kamarku, aku mendengar suara langkah yang mencurigakan. Dengan berdebar aku mengintip dari lubang kunci. Deg. Ada tamu tak diundang. Aku merapal doa mencari sesuatu. Aku harus berbuat sesuatu.
            Entah keberanian dari mana, aku memegang linggis yang kebetulan ada di kamarku. Aku mendekati orang bertutup kepala yang sedang berusaha membuka pintu kamar  Tante Yeni dan suamianya. Aku mengayunkan linggis itu tepat mengenai pundak  orang bertutup kepala itu
            Namaku Koko. Kau pernah membaca novel atau menonton film Getar-Getar Cinta yang booming itu? Novel itu karya Koko Kusuma,  nama lengkapku. Setelah kejadian pencurian di rumah Tante Yeni belasan tahun lalu itu, aku sempat  dirawat di rumah sakit karena sobekan dari benda tajam yang dibawa orang bertutup kepala itu, aku berhasil menggagalkan perampokan itu karena para tetangga Tante Yeni tiba-tiba berdatangan. Sejak saat itu, Ferdy mau bersahabat denganku, teman-teman di SMA 3  juga tak lagi memanggilku Emon


Penulis : Sutono Adiwerna. Cerpen-cerpennya pernah dimuat di Minggu Pagi, Tabloid Cempaka, Kedaulatan Rakyat,  Suara Merdeka, Radar, Ummi  dll

NB..cerpen ini dimuat di Minggu Pagi, koran mingguan dari Yogyakarta. Emailnya we_rock_we_rock@yahoo.co.id

Kamis, 24 Agustus 2017

CERITA RAKYAT YANG TERLUPAKAN





                Judul  Buku : Indonesia Bercerita
            Penulis : Yoana Dianika, Redy Kuswanto, Ruwi Meita dkk
            Penulis : Pustaka Alvabet, Jakarta
            Cetakan  : Mei 2017
            Tebal : 520 Halaman
            ISBN : 978-602-6577-07-8
                Konon, di Simeulue, Aceh pada zaman dahulu ada seorang raja yang kaya raya. Selain kaya, ia dan permaisuri begitu dikagumi dan dicintai seluruh rakyat karena keduanya bijaksana, dermawan dan baik hati
                Namun kebahagian tersebut terasa kurang lengkap karena raja dan permaisuri tidak dikaruniai seorang anak yang kelak akan meneruskan tampuk kepemimpinan
                Karena ingin sekali memilik keturunan, raja dan permaisuri ke hulu sungai untuk menyucikan diri dan berdoa agar dikaruniai seorang anak
                Ternyata, doa raja dan permasuri dikabulkan Yang Maha Kuasa. Raja dan permaisuri sangat bahagia dan tak kesepian lagi. Anak tersebut diberi nama Rohib
                Saking bahagianya, Rohib sangat dimanja. Semua keinginan dipenuhi dan tak pernah membiarkan putra kesayangan mereka merengek meminta sesuatu
                Ketika remaja, raja menyuruh Rohib ke kota untuk menuntut ilmu. Sayangnya, bertahun-tahun menuntut ilmu, Rohib tak bisa apa-apa dan tak pernah bisa menyelesaikan pelajaran karena terbiasa dimanja, Rohib tumbuh jadi remaja yang malas. Karena malu, raja berniat membunuh Rohib. Tentu saja permaisuri berusaha agar anak kesayangannya tetap hidup. Bagamana kisah selanjutnya?
                Indonesia  kaya akan budaya termasuk dengan cerita rakyatnya. Setiap daerah memilik cerita rakyat yang berbeda. Tapi sayangnya, selama ini yang ter-ekspos di masyarakat luas cerita yang itu-itu saja. Sebut saja Malin Kundang, Timun Mas, Roro Jonggrang dan lainnya. Padahal di luar cerita yang tersebut diatas, masih banyak cerita rakyat negeri ini yang tak kalah menarik dan mengandung pesan moral yang kuat untuk diketahui masyarakat luas
                Nah, kehadiran buku ini bisa menjadi pelengkap, yang memperkaya cerita-cerita rakyat yang sudah ada dan dikenal masyarakat luas
                Ditulis oleh para penulis cerita yang telah berpengalaman sehingga buku ini enak dibaca. Catatan saya, ada satu cerita yang tidak fokus. Endingnya menceritakan asal mula mengapa tikus dikejar kucing-anjing, tapi yang lebih banyak ditampilkan kisah raja dan pangerannya yang pemalas
                Di luar itu, 31 cerita rakyat  dari berbagai daerah ini, sayang untuk dilewatkan. Buku ini juga bisa dijadikan para guru, orang tua untuk memperkenalkan kekayaan cerita rakyat kita kepada k generasi penerus bangsa. Selamat membaca

Peresensi : Sutono Adiwerna, Ketua FLP Tegal.


 Catatan, Resensi ini dimuat di Harian Kedaulatan Rakyat, Yogyakarta. 14 Agustus 2017
Email untuk mengirim resensi : resensikrm@yahoo.com certakan scan/ foto caver dan identitas buku


Rabu, 23 Agustus 2017

Suatu Siang di Famuba Mutu

Saya sampai di SMK Famuba jam 13.30. Saya tersentak kaget karena karena sekolah sudah sepi. Saya pun mencoba menghubungi Rizqi Nashrul Haq tapi tak tersambung. Titik terang muncul ketika saya mencoba inbok FB Pranita Irma Indriani oalah ternyata tempatnya di SMP Muhammadiyah Lebaksiu yang tak jauh dari Famuba. Singkat kata, saya sampai di perpustakaan SMK Famuba ( tempatnya di SMP Muhammadiyah Lebaksiu ) di sana sudah ada Bu Ais Rahmatika selaku salah satu pembina GLS ( gerakan literasi sekolah ) yang ternyata murid menulisnya mas Heru Kurniawan di Wadas Kelir, teman baiknya mba Mulasih Tary ( bumi bulat ternyata ) Ana Widiawati dll. Setelah berkenalan sebentar, saya langsung share tentang manfaat menulis dan tips memukan ide. Karena kepenulisan saya yang belum seberapa, saya lebih banyak cerita tentang penulis penulis hebat/besar semacam Teh Pipiet Senja, Mas Gola Gong, Mba Asma Nadia, Raditya Dika, Andrea Hirata sampai mba Sinta Yudisia dan mas Ali Muakhir. Di sesi tips menemukan ide, saya ngutip di bukunya mba Veronica Widyastuti rahasiah sebuah cerita. Setelah dua sesi tersebut, sesi menulis langsung. Tak kurang dari 20 menit anak-anak GLS sudah bisa menulis satu cerita ( duh padahal saya cerpen selesai bisa berminggu-berbulan bahkan ada yang setahun belum selesai ( buka rahasia. haha ). Alung atau Rizqi, menulis tentang pemuda yang demi merubah hidup menjadi karyawan/tenaga serabutan sama pemilik penyewaan layos atau deklik untuk hajatan ( keren ) dan lainnya menulis cerita dari Strategi 3 Kata yang saya terapkan dari bukunya A.S Laksana..Tak terasa adzan ashar berkumandang, Alhamdulillah bisa melihat remaja-remaja yang mau belajar menulis dengan tekun


Jumat, 11 Agustus 2017

Kelas Inspirasi, Inspirasi untuk Anak Indonesia

Kelas Inspirasi diprakarsai oleh seorang pengajar muda yang pernah mengikuti program Indonesia Mengajar. Kalau Indonesia Mengajar menjadi guru selama satu tahun di desa-desa di pedalaman. Kelas Inspirasi, relawannya menjadi guru sehari. Kalau Indonesia Mengajar relawan berperan seperti guru pada umumnya, relawan Kelas Inspirasi berbagi pengalaman tentang profesi yang ditekuni.

Ketika saya mengikuti program edukatif ini, ternyata di Pekalongan dan di Brebes pun masih banyak anak-anak yang mempunyai cita-cita membuat saya mengelus dada. Bayangkan saja. Di zaman yang serba digital ini ternyata masih ada anak-anak yang kelak memimpin negeri ini bercita –cita menjadi dukun, preman bahkan pendekar. Giliran ada seorang anak yang bercita-cita Astronot ibunya yang kebetulan mendampingi ( karena masih kelas 1 ) bergumam “ Astronot..astronot apa? Cita-cita kok keduwuren

Kelas Inspirasi di bagi tiga sesi. Sesi Briefing, Sesi Hari Inspirasi, dan Sesi Refleksi

Sesi Briefing adalah sesi dimana para pengajar atau inspirator diberi bekal bagaimana caranya menghidupkan kelas. Agar kelas berlangsung lancar, nyaman dan menyenangkan. Ketika di Brebes, brifing dipimpin oleh Ibda dan Vero pengajar muda yang pernah mengajar di Papua selama setahun.

Sesi Hari Inspirasi, terdiri dari 3 bagian. Pembukaan, mengajar di kelas dan closing atau penutup. Saat mengajar di kelas, relawan atau inspirator berbagi tentang apa profesinya, manfaat profesinya bagi masyarat dan bagaimana caranya agar bisa memiliki profesi tersebut. Sebagai catatan, relawan sebisa mungkin menyampaikannya dengan jelas juga menyenangkan

Sesi penutup, selain berpamitan dengan Kepala Sekolah, Guru-guru, biasanya semua siswa-siswi diminta menuliskan nama dan cita-cita kemudian menempelkannya di pohon cita-cita. Pohon cita-cita tersebut nantinya ditinggal di sekolah agar bisa menyemangati para siswa di sekolah tersebut.

Oh iya para Inspirator sifatnya sukarela, tulus untuk berbagi inspirasi kepada sekoalah-sekolah yang terbelakang, minim fasilitas. Saya terharu ketika bertemu banyak inspirator dari beragam profesi, suku, kepercayaan yang cuti sehari untuk berbagi inspirasi. Bahkan ada juga Pak Hadi, seorang pensiunan Trafik Pesawat yang sudah mengikuti Kelas Inspirasi sebanyak 50 kali lebih lho..

Akhir kata, dengan adanya kelas Inspirasi ini , saya optimis, wajah Indonesia akan berseri kelak di kemudian hari. Semoga

Sutono Adiwerna,


Penulis adalah Ketua FLP Tegal, Penulis Lepas, Pegiat Literasi, Relawan Kelas Inspirasi tinggal di Kab Tegal

Rabu, 26 Juli 2017

Namanya Hisyam

Namanya Hisyam. Kulitnya putih, hidung bangir,  rambutnya agak kemerahan, guanteng. Kalau dalam sinetron atau film kita, ciri ciri tersebut biasanya pintar, diidolakan teman-temannya. Tapi tidak dengan Hisyam siswa kelas 5 SD Jagalampeni 5, Wanasari,  Brebes ini. Hisyam  yang konon katanya anak seorang TKW, ketika saya lihat tulisannya besar-besar, tidak rapi seperti tulisan anak-anak yang baru masuk SD. Singkatnya seperti tulisan resep dokter. Haha.
Namanya Hisyam, saya mendekati tempat duduknya yang dipojokan karena nyeletuk tak nggenah dan spontan saya usap kepalanya. Saat sesion kelasnya dr Aria dan kebetulan saya kosong, saat anak-anak lain berani maju ketika dokter asal Semarang menyuruh yang lain maju kedepan untuk praktek memeriksa atau sekedar pakai seragam dokter, Hisyam kekeuh tak mau maju. Hisyam mau maju kedepan ketika saya tarik tangannya ke depan. Hisyam  yang sudah bule, nampak keren berpakain dokter
Namanya Hisyam. Saat closing dan berbaris untuk senam, menempel tulisan ke pohon cita-cita, Hisyam menyendiri, menjauh dari teman-teman lainnya. Karena saya lihat, saya spontan menarik tangannya dan menyuruhnya bebaris dan bersenam seperti lainnya
Namanya Hisyam, saat semua sudah selesai dan anak-anak SD Jagalampeni 5 berhambur pulang, Hisyam mengambil mikrofon, bersholawat. Mungkin karena saya mengamatinya, dia menyebut Pak Sutono..Pak Sutono..Pak Sutono dari mikrofon
Namanya Hisyam, entah karena nama saya yang ndeso/mudah diingat atau karena perhatian kecil saya hingga Hisyam

 memanggil manggil saya bukan relawan lainnya. Yang pasti, panggilan itu seperti suara gaib yang sampai sekarang masih terngiang-ngiang..Pak Sutono..Pak Sutono..Pak Sutono..
Catatan Kecil dari kelas Inspirasi Brebes 2.
#KIBrebes2
#KelasInspirasi
SELAMAT HARI ANAK NASIONAL

Selasa, 11 Juli 2017

Belajar dari Penulis Besar

Di kalangan anak muda sekarang banyak yang ingin menjadi penulis besar dan terkenal. Sayangnya, sangat sedikit yang mau mewujudkan cita-citanya menjadi penulis dengan proses dari awal/bawah. Karena ingin cepat-cepat terkenal, beberapa bahkan melakukan tindakan plagiasi atau mengakui karya/tulisah orang lain sebagi karya-nya sendiri
                Masih segar dalam ingatan, beberapa waktu lalu lini masa sempat heboh memperbincangkan remaja putri asal Banyuwangi  bernama asli Asa Firda Inayah atau lebih beken dengan Afi Nihaya. Selain tulisannya yang mengundang pro dan kontra, Afi disinyalir memplagiat tulisan seorang  netizen.
                Terlepas Afi  Nihaya melakukan tindakan plagiasi atau tidak, ada baiknya kalau kita bercita-cita menjadi penulis mengintip proses kreatif  penulis besar seperti  JK Rowling ( Harry Potter ), Enid Blyton ( Lima Sekawan ), Joni Ariadinata ( Sastrawan )
                JK Rowling  sebelum mashur dan terkenal seperti sekarang ini, sejak kecil sudah mulai menulis cerita anak. Saat kuliah, beliau hobi membacakan cerita-cerita dari buku yang dibacanya kepada anak-anak di lingkungan sekitarnya.
                Tahun 1993 JK Rowling mendapatkan ide untuk menulis cerita tentang dunia sihir. Dan baru tahun 1995 setelah mendapatkan penolakan dari beberapa penerbit, akhirnya Harry Potter bisa terbit dalam wujud buku. Tahukah Anda? Baru sekitar tahun 1997 JK Rowling mendapatkan royalti atas buku pertama yang ditulisnya
                Meski belum mendapatkan banyak penghasilan dari bukunya, JK Rowling tetap berkeyakinan kelak bukunya akan dicintai banyak pembaca, terutama anak-anak
                Berangkat dari sinilah, JK Rowling tetap membuat sekuel Harry Potter. Dan keyakinan JK Rowling berbuah manis. Dari mulai buku kedua hingga ke tujuh, seri Harry Poter selalu digemari. Konon, sebelum seri terakhirnya terbit, Harry Potter terjual 270 juta eks di seluruh dunia. Setiap seri Harry  Potter dirilis, selalu ada antrian panjang di toko-toko buku. Bahkan tak sedikit yang membuat tenda penginapan di depan toko buku agar tak terlewat seri terbaru Harry Potter
                JK Rowling yang dulunya sering menangis karena tak bisa memenuhi permintaan anak semata wayangnya, kini jadi penulis terkaya dari royalti buku dan film Harry Potter yang selalu sukses di pasaran
                Masih ingat seri Lima Sekawan? Pengarangnya adalah Enid Blyton. Enid selain menulis  seri Lima Sekawan, ternyata beliau telah menulis 700 novel. Wow..
                Sama seperti  JK Rowling, Enid kecil juga suka membaca dan menulis cerita. Pada umur 14 tahun, Enid sudah mulai mengirim puisi dan cerita ke majalah hingga seratus lebih puisi dan cerita. Tapi kesemuanya ditolak alias gagal total
                Meski begitu, Enid tak patah semangat. Ia terus mengasah kemampuan menulisnya meskipun mendapat pertentangan dari kedua orang tuanya yang menginginkan Enid menjadi musisi. Enid pernah terpuruk ketika ayahnya yang sangat ia cintai meninggalkan rumah demi perempuan lain
                Enid sempat menjadi guru di sebuah Taman Kanak-kanak sembari menyelesaikan kuliahnya. Mungkin karena sering berinteraksi dengan anak-anak di sekelilingnya,  ide-ide menulis  Enid selalu bermunculan. Bagi Enid, Anak-anak adalah laboratarium cerita
                Joni Ariadinata, lahir di Yogyakarta.  Namanya  di kenal sebagai cerpenis, penyair dan sastrawan yang cukup disegani. Mantan redaktur majalah sastra Horizon ini, sekarang menjadi redaktur sastra sebuah penerbit dan media online yang cukup terkenal dari Yogyakarta
                Diawal karir kepenulisannya, Bang Joni, demikian biasa beliau dipanggil pernah menulis dan mengirimkan cerpen tak main-main 500 cerpen. Tapi 500 cerpen yang ia tulis dan kirimkan itu, kesemuanya ditolak.  Andai saja kala itu Bang Joni menyerah, mungkin kita tak mengenal penulis cerpen Lampor ini. Untungnya, Bang Joni kekeuh  menulis dan mengirim cerpen lagi. Dan baru ke 501 cerpenlah, cerpennya dimuat di sebuah harian nasional. Hebatnya, cerpen berjudl Lampor itu, menjadi cerpen terbaik versi harian nasional tahun 1994
                Tentu masih banyak kisah heroik para tokoh/penulis bisa kita jadikan cermin jika ingin menjadi penulis. Sebagai penutup, untuk menjadi penulis besar memerlukan proses yang panjang dan tidak semudah membalikan telalpak tangan. Dan perlu konsistensi.

PENULIS ; SUTONO ADIWERNA, Penulis, Ketua Flp Tegal,  Guru Eskul Menulis, Loper Koran tinggal di Kabupaten Tegal

Selasa, 20 Juni 2017

Sebelum Bukber, Pelatihan Menulis dan Pentas Drama

Tanggal 17 juni kemarin RBA Tegal seperti tahun-tahun lalu mengadakan buka puasa bersama. Ramadhan kali ini sebelum buka puasa bersama, ada pelatihan menulis singkat, alhamdulillah hampir semua anak berpartisipasi menulis berdasarkan game sederhana. Dari tulisan-tulisan yang terkumpul, ada 3 tulisan yang menurut kami cukup bagus dari isi maupun gaya bahasa. Tia menulis tentang pengamatannya pada bunga dengan puitis. Amel menulis kesannya bersama RBA Tegal selama hampir 3 tahun, Sarah menulis tentang guru dan sekolahnya dengan cukup detail. Bagi anak-anak yang masih kelas rendah, mereka mewarnai dan yang beruntung Baim, Via dan Aura. Setelah pelatihan menulis ada hiburan dari adik-adik berupa tari dan drama. Yang bikin haru, drama mereka yang berinisiatif dari mulai bikin naskah, mencari pemain hingga mencari pemain pengganti saat ada yang berhalangan. Setelah drama acara ditutup dengan doa berbuka yg dipimpinMaulana Miftah Mubarak


Rabu, 07 Juni 2017

Bagaimana Menjadi Penulis?

Bagaimana Menjadi Penulis?
                Jika ada yang bertanya bagaimana caranya biar bisa menjadi penulis? Ijinkan saya bercerita. Sebelum saya menulis  3 buku solo, 20 buku bersama penulis lain, 50-an tulisan di berbagai media massa ( termasuk Radar Tegal ), saya kecil suka sekali membaca. Membaca apa saja. Buku cerita, majalah, buku pelajaran hingga koran bekas bungkus nasi atau gorengan. Kadang pinjam di tetangga yang langganan majalah, pinjam di perpustakaan sekolah kalau punya sedikit uang, saya membeli buku, koran atau majalah bekas
                Di SMP, ketika majalah MOP ( Media Pelajar ) majalah remaja yang paling laris di Jawa Tengah masih ada, saya mulai mengirim puisi, cerita lucu, opini remaja hingga kolom sahabat pena. Sstt jangan bilang-bilang ya semua tulisan yang saya kirim tak satupun dimuat. Padahal, saya sudah memutar otak mencari ide, membeli amplop berikut pranko-nya. Tapi mungkin karena menulis adalah bagi saya menyenangkan saya tak kapok apalagi putus asa. Dari ngirim tulisan ke MOP, saya beralih mengirim surat ke sahabat-sahabat yang nama dan alamatnya tertera di sana. Beberapa ada yang sekedar dibalas, ada yang tak tahu rimbanya ada juga yang menjadi sahabat pena hingga bertahun-tahun lamanya. Saya juga sering mencurahkan perasaan baik senang, sedih, susah ke buku harian dan itu biasanya belum ganti tahun saya harus beli baru karena isinya penuh
                Saat SMA, saya libur mengirim tulisan ke majalah remaja sebagai gantinya banyak membaca majalah remaja yang lagi-lagi saya beli di lapak majalah bekas kalaupun baru biasanya kalau sedang punya uang lebih. Saya juga mulai keranjingan acara – acara musik di radio. Suatu hari saya iseng ikut lomba menulis atau tepatnya kuis tentang kritik untuk musik Indonesia yang diadakan sebuah radio swasta di Tegal. Dan tak disangka-sangka tulisan saya dibaca penyiar idola saya karena menang lomba tersebut. Hadiahnya, sebuah kaset musik
                Lulus SMA, sempat berhenti menulis karena mulai masuk kerja. Sayangnya, pada tahun kedua  tempat kerja saya gulung tikar. Mau tak mau saya kembali mencari lowongan pekerjaan. Karena tak punya cukup uang untuk rutin beli koran baru, saya rajin berkunjung ke perpustakaan daerah. Baik  kota maupun kabupaten dari sinilah saya mulai lebih banyak membaca buku. Novel, cerpen, motivasi, agama, buku anak saya baca, saya lahap. Dari sini pulalah saya mulai bermimpi menjadi seorang penulis
                Saya mulai menulis cerpen dan mengirim ke majalah-majalah remaja. Tapi tak satupun yang dimuat. Padahal saya sudah berkorban tenaga, pikiran, uang yang tidak  tidak sedikit untuk beli prangko, rental komputer dan lainnya.
                Allah Maha Baik, saat saya menyerah untuk bermimpi menjadi penulis karena banyak keterbatasan, saya menemukan majalah yang memuat cerpen dan alamat penulisnya dari Tegal. Singkat kata, saya bertemu Mba Sinta Yudisia ( sekarang ketua umum FLP ( forum lingkar pena ) pusat dan saya diajak bergabung dengan FLP cabang Tegal. Bakat menulis saya di forum ini mulai terasah karena bertemu teman-teman yang satu cita-cita ditambah lagi FLP sering mengadakan agenda bakar sate ( bahas karya sambil telaah ), mengundang penulis lokal maupun nasional untuk sharing ilmu dan agenda lainnya
                Menurut Helvy Tiana Rosa ( sastrawan, pendiri FLP ) untuk menjadi penulis yang paling dibutuhkan adalah tekad yang kuat, banyak membaca dan terus menulis
                Kalau menurut Bambang Trim ( penulis dan kreator buku ), tips berlatih menulis dengan menulis buku harian, mendengarkan tausiah kemudian menulis ulang isi cermahnya, berkirim surat, banyak membaca atau mendengarkan kisah Nabi Muhammad Saw.
                Sebagai penutup, bagaimana menjadi penulis? Harus banyak membaca, terus menulis dan mengirimkannya jangan menyerah kalau mengalami penolakan karena kata Putu Wijaya, Menulis adalah Bejuang. Jadi, selamat berjuang. Eh selamat menulis untuk mengikat ilmu


Penulis adalah Ketua FLP Tegal, Penulis, Loper Koran, Guru Eskul Jurnalis tinggal di Kab Tegal

Senin, 15 Mei 2017

Kehilangan Dia ( Sebuah Obituari )

Nestapa adalah aku. Ibu meninggal saat aku  baru masuk sekolah dasar. Sering  nunggak bayaran SPP karena bapak cuma buruh macul. Beruntung aku diberi Allah kelebihan mudah menangkap pelajaran di sekolah sehingga langganan jadi bintang kelas di SD.  Karena ingin sekolah sementara bapak kerepotan, terpaksa aku dan adikku  sejak kecil cari uang buat saku sekolah dan membantu bayar SPP. Dari mulai myempla tempe,  jualan es lilin keliling kampung, kerja di pabrik kerupuk hingga membuat kue biji ketapang yang kemudian dititipkan ke kantin sekolah pernah saya jalanin
                Ditagih guru karena nunggak SPP atau terlambat bayar buku LKS adalah makanan sehari-hariku. Kalau ulangan atau ujian terpaksa antri kartu sementara agar bisa ikut ujian atau tak dikenali ibu kantin karena jarang ke sana adalah merek yang tak dapat aku tolak
                Cukup itu nestapanya? Belum. Di rumahku tinggal juga adik ibuku yang punya penyakit khusus yakni gila. Lik Daisah namanya, ia galak, ia sering nyerobot dagangan orang di pasar Banjaran, ia sering muncul tiba-tiba saat teman-temanku main ke rumah.  Namanya juga punya penyakit khusus, jadi ia jarang sakit ( duh padahal ia sakit ya? ) meski jarang mandi, meski sering kena hujan-terik panas berjam-jam. Adik ibuku ini membuatku jadi minder dan tak mau rumahku dikunjungi teman sekolah. Eh tapi kalau ia diejek teman-teman saya di kampung yang nakal-nakal dan sering nyamplongi nya, di kepalaku akan tumbuh tanduk yang siap menerkam. Tapi namanya juga anak-anak kadang-kadang aku ikut dibarisan anak-anak nakal itu, tentu saja ndak ikut-ikutan nyamplongi  ikut lari larian saja. Suer
                Saat SMA, Lik Daisah sempat sembuh sebentar tapi cuma sekitar 40 hari saja ia sembuh. Bahkan setelah sembuh sebentar itu, adik ibuku ini tambah parah tak mau tersentuh air sedikitpun. Kalau disuruh mandi, kamu siap-siap mendapat pentungan dari tangannya yang kotor  karena daki  atau siap-siap mendapat cakaran dari kuku-kukunya yang panjang dan hitam
                Nestapa adalah aku. Tapi itu dulu, sekarang dengan bertambahnya usia dan banyaknya buku yang aku baca, aku tahu bahwa segala sesuatu pasti adaa hikmahnya, sepahit apapun hidupmu
                Lik Daisah tetap nyebelin dimataku. Ia sering mengambil pisau, sandal, piring atau apapun jika kami sedang terlena
                Sebulan lebih, karena jatuh Lik Daisah ndak bisa berjalan lagi. Tapi masih saja kadang nyebelin makanan yang aku bawa kadang ia buang, kadang juga ngromnyah karena makanan yang aku bawa sedikit dengan disertai kata kata dari kebun binatang
                Kemarin, ketika aku selesai acara FLP Tegal, aku ditelpon adikku, adik ibuku sudah tiada. Tiga Allah, andai  aku tahu dia akan pergi cepat, aku akan mentalqian Likku dengan kalimat toyibMu tidak hanya sekedar berdoa setelah salat lima waktu dan salat malam dan setelah tilawah
                Ah, kalau dibagian hidupmu ada orang yang benar-benar yang ingin kamu enyahkan karena membuatmu lebih nestapa, kalau bagian hidupmu adalah keluargamu dan bagian itu benar-benar pergi selamanya, tetap saja kamu akan kehilangan dia. Catat yaaaaaa..

                Tegal, 15 Mei bersama derai airmata


Rabu, 03 Mei 2017

Apapun Profesi Anda, Menulislah

Manfaat menulis banyak sekali. Beberapa diantaranya untuk megikat ilmu, mendapatkan penghasilah, keliling dunia, menyampaikan ide dan gagasan dan menyehatkan
                Terkadang kita beranggapan menulis hanya perlu dipelajari mereka yang berprofesi sebagai sastrawan, kolumnis, jurnalis atau orang-orang yang bercita-cita menjadi penulis. Padahal, seseorang yang berprofesi semisal guru, insinyur, dokter dan lain-lain kalau dia punya keterampilan menulis yang baik bisa menjadi nilai plus
                Insinyur yang bisa menulis dengan baik, akan  mudah baginya untuk menyampaikan gagasan, rancangan dan idenya kepada banyak orang. Tulisannya akan lebih bermanfaat bagi banyak orang jika dia menulis di media atau majalah desain interior, desain rumah atau lainnya.
                Mira W, Marga T yang bergelar dokter membagi ilmu yang dipelajari dari fakultas kedokterannya lewat novel-novel, cerpen-cerpen dengan halus dan tak membuat kening berkerut
                Ali Irfan, penulis buku Hanya 1 Menit, yang berprofesi sebagai guru bisa mendapat penghasilan tambahan ( dari royalti atau honor )  serta menginspirasi guru-guru lainnya agar menjadi guru yang kreatif dan dicintai anak didiknya
                Mario Teguh, Ari Ginanjar, Jamil A Zaini dan sederet motivator lainnya menulis banyak buku. Dengan menulis buku, ilmu mereka, motivasi mereka tidak hanya bermanfaat bagi peserta pelatihan/ seminar mereka saja. Saya misalnya, kerap tergugah semangat untuk menjadi lebih baik setelah membaca buku-buku Jamil A Zaini atau Ippho Santosa misalnya.
                Ibu-ibu yang piawai berkreasi resep masakan, kalau punya keterampilan menulis yang baik bisa menulis buku, misalnya 30 Menu  HarianTanpa MSG atau lainnya
                Ulama yang mahir menulis manfaatnya tidak hanya dirasakan oleh jamaah yang bisa datang di pengajiaannya, bisa juga jadi refrensi ulama lainnya saat mengisi taklim, atau majelis ilmu
                Banyak orang yang mengalami hal menakjubkan dengan menjadi penulis. Pipiet Senja, penulis lebih dari 100 buku, ketika usia 17 tahun divonis dokter umurnya tak lama lagi karena penyakit thalasemia yang dideritanya
                Dari tahun 1978, karena thalasemianya Pipiet haris bolak balik rumah sakit untuk cuci darah. Karena tekadnya yang kuat, Pipiet menulis di mana saja, kapan saja termasuk bangsal rumah sakit. Sekarang, selain telah menulis ratusan buku, Pipiet Senja kerap ke luar negeri seperti Malaysia, Taiwan, Singapura, Arab Saudi, Hongkong untuk mengisi pelatihan menulis bagi TKW di sana
                Setali tiga uang dengan Pipiet Senja, Asma Nadia Kecil juga bermasalah dengan kesehatannya. Gegar otak, asma, giginya rompang danbermasalah. Asma kecil sering bolak balik rumah sakit. Meski begitu, Asma bertekad melawan sakitnya dengan banyak belajar, membaca dan menulis.
                Sekarang siapa tak kenal Asma Nadia? 50 puluh buku yang ditulisnya kebanyakan laris di pasaran, beberapa diantaranya diangkat ke layar lebar dan layar kaca. Sebut saja Emak Ingin Naik Haji, Surga Yang Tak Dirindukan, Catatan Hati Seorang Isteri dan lainnya. Asma punya julukan Jilbab Traveler karena telah mengunjungi  banyak negara berkat menulis. Asma mendirikan penerbitan dan rumah baca untuk kaum duafa yang tersebar di mana-mana
                Ada banyak lagi tokoh yang mendapat keajaiban setelah menulis. Saya ambil contoh Ajip Rosidi dan D Zawawi Imron. Meski keduanya secara formal tak tamat SMA, tapi keilmuannya tak terbantahkan. Ajip pernah diangkat menjadi guru besar tamu sekolah dan Universitas di Jepang. D Zawawi Imron selain dikenal sebagai penyair, pelukis, beliau juga adalah dosen dan ulama yang disegani.
                Saya pribadi dari 2009 sampai sekarang menjadi loper koran. Sembari menekuni pekerjaan, saya banyak membaca dan belajar menulis dengan mengikuti pelatihan kepenulisan baik di dalam maupun luar kota. Sekarang berkat menulis, saya bisa bertemu penulis-penulis hebat seperti Pipiet Senja, D Zawawi Imron, Asma Nadia dan banyak lagi. Sekarang saya juga nyambi jadi guru eskul jurnalistik untuk siswa sekolah dasar, kadang mengisi pelatihan kepenulisan dan lainnya.
                Jadi, apapun profesi anda, menulislah. Dan bersiaplah menyambut hal-hal yang menakjubkan menyapa Anda.



Sutono Adiwerna adalah, Cerpenis, Guru Eskul Jurnalistik, Loper Koran, Ketua FLP Tegal tinggal di Kab Tegal

Senin, 01 Mei 2017

Gadis Kecil di Tepi Teluk Kiluan

                Judul Buku : Pemetik Gelombang
            Pengarang : Agus Kindi dkk
            Penerbit : Leutika Prio, Yogyakarta
            Cetakan 1 : Februari 2017
            Tebal buku : 152 halaman
            ISBN : 978-602-371-375-5
                Cerita yang baik adalah cerita yang sudah ditulis, cerita yang telah dirampungkan ( Agus Kindi, halaman 1 )
                Juariah adalah gadis kecil bisau di Tepi Teluk Kiluan. Semenjak Emaknya meninggal ditikam belati orang bertopeng, Ayahnya kerap menampar, menendang hingga menyulut Juariah dengan putung rokok yang masih menyala. Bagi  Bonas ( Ayahnya ), Juariah adalah anak pembawa sial
                Beruntung, Juariah memiliki Minan Nci, adik kandung Emak yang sayang padanya.
                Minan Nci selalu melindungi Juariah dari kekejaman Bonas
                Suatu hari, Bonas tak mendapat apapun dari laut. Padahal dia sudah melaut selama 2 hari. Karena tidak mendapat ikan satupun, Bonas menganggap hal ini karena Juariah. Bonas nyaris menghabisi nyawa anak kandungnya itu. Lagi-lagi Manin Nci menjadi malaikat penyelamat Juariah
                Juariah sedikit lega ketika Bonas melaut dan berhari-hari tak kembali ke Tepi Teluk Kiluan. Artinya, Juariah sementara terbebas dari kebengisan ayahnya sendiri.
                Ternyata kebahagiaan yang dialami Juariah tak berlangsung lama. Setahun kemudian, Bonas Pulang ke Teluk Kiluan bersama isteri barunya. Juariah nelangsa ketika Bonas, mengenalkan Juariah kepada perempuan cantik itu sebagai anak pembawa sial
                Bagaimana kisah selanjutnya? Siapa sih orang bertopeng yang membunuh Emak Juariah? Adakah hubungannya dengan Manin Nci?
                Pemetik Gelombang merangkum 12 cerpen dari 12 penulis yang berbeda
                Selain cerpen Pemetik Gelombang ( Wulan Ews ) yang memikat, adapula  cerpen Dahlia dan Malaikat Kecilnya ( Sutono Adiwerna ), Lelaki Yang Cemburu Pada Hujan ( Anindya Alin ), Lelaki dan Boneka Taman ( Agus Kindi ),  Lelaki yang Memeluk Matahari ( Dwi Astuti ) dan cerpen lainnya yang tak kalah menarik
                Kelebihan kumpulan cerpen ini, kaver, layout, memikat. Cerpen-cerpen  yang disajikan beragam dan kaya tema. Mungkin karena para penulisnya dari beragam daerah dan profesi.
                Khusus cerpen Pemetik Gelombang, endingnya mengejutkan, alur dan settingnya cukup kuat.
                Tapi seperti halnya sebuah karya, pasti tak ada gading yang tak retak. Ada satu atau dua cerpen yang ceritanya klise dan mudah ditebak. Lain daripada itu, kumpulan cerpen ini layak menjadi pelengkap koleksi buku fiksi anda


                Resensor : Sutono Adiwerna. Penulis, Ketua FLP Tegal, Pegiat Rumah Baca di Kab Tegal.

Kamis, 27 April 2017

Menulislah Sesuai dengan Passion Kita

Tegal. Baru-baru ini, Forum Lingkar Pena Cabang Tegal atau biasa di sebut FLP Tegal mengadakan acara bedah buku yang berjudul Hanya Satu Menit karya Ali Irfan, seorang penulis, motivator dan praktisi pendidikan yang cukup dikenal
Bedah buku berlangsung di Kedai Durian Lover, Randugunting, Tegal. Adapun peserta yang datang selain anggota FLP Tegal, datang juga perwakilan dari majalah Mata Kampus dan umum
Menurut Ali Irfan, karya terbarunya itu disusun sejak tahun 2013 sd 2016. Sebagian besar mengisahkan pengalaman pribadinya selama mengajar di sebuah sekolah di Kab Tegal, saat mengisi training atau motivasi maupun menjadi peserta seminar.
Ali Irfan berharap, bukunya ini dikonsumsi/ dibaca oleh banyak guru, calon guru, orangtua atau siapa saja yang berkecimpung di dunia pendidikan.  Menurutnya lagi, buku setebal 204 halaman ini, dilengkapi 99 tips yang berupa joke, game agar murid merasa nyaman saat kegiatan belajar mengajar

Acara dimulai jam 10.00 Wib sd pukul 12.00 Wib. Selain pemaparan isi buku, ada juga sesi tanya jawab atau diskusi yang berlangsung cukup seru. Diakhir acara, Ali Irfan berpesan menulislah hal yang paling kita tahu yang menjadi passion kita.


Sabtu, 01 April 2017

Tips Agar Murid Mau Menulis


            Menyuruh anak didik menulis kreatif semacam puisi, cerpen, pantun atau artikel tak semudah membalikan telapak tangan. Salah satu tips saya saat mengajar ekstra kulikuler jurnalistik adalah berkisah tentang tokoh/penulis yang dikenal, tentu dengan penekanan sedemikian rupa saat membawakan kisahnya.

 Dulu, Rani kecil tinggal di sebuah bilik kayu mungil, di pinggir rel kereta pai Gunung Sahari. Ia memilik seorang kakak yang berusia dua tahun di atasnya. Dan gadis kecil itu sangat mencintai kakaknya.
                Rani kecil sangat suka membaca. Ia membaca semua. Buku cerita, buku pelajaran, koran, bungkus cabai, dan pembungkus sayur lainnya yang di bawa pulang sang mama dari pasar
                Suatu hari, Rani kecil kepalanya terbentur ujung besi yang lancip. Berdarah. Yang menyebabkan gegar otak
                Tak hanya itu, Rani kecil juga mempunyai kelainan otak di bagian belakang, paru-paru kotor, jantungnya bermasalah, giginya membusuk dan tak beraturan sehingga haru dicabut 14 giginya. Meski begitu Rani kecil tak pernah mengeluh
                Suatu hari Rani kecil berujar “ Kak  aku ingin sekali punya perpustakaan. Aku juga ingin menyewakan buku-buku cerita kita pada anak-anak lain”
                Kakaknya memandang  sang adik dengan berbinar “Kakak setuju. Kita taruh buku-buku kita diatas meja kayu di depan rumah. Kita tawarkan pada mereka yang lewat”
                Mulailah Rani kecil dan kakaknya menjejerkan buku-buku mereka di depan rumah kontrakan mereka yang kecil
                “Suatu hari, kakak akan menulis buku cerita seperti ini”kata kakaknya sambil memandang langit
                “Aku juga” Kata Rani kecil.” Tapi apa bisa Kak? Aku kan gegar otak”
                “Tentu dek. Tentu saja kamu bisa. Kamu bisa melakukan apapun yang kakak kerjakan bila kamu mau” jawab kakaknya
                Disela-sela sekolah dan bolak-balik ke dokter, Rani kecil mengikuti berbagai kegiatan. Pramuka, vokal grup, teater. Apa saja
                “Saya akan melawan penyakit saya dengan berkarya kak. Dengan melakukan sesuatu “ tekad Rani kecil.
                Dan tahukah anak-anak siapa Rani kecil dan kakaknya itu? Mereka adalah dua penulis hebat. Bunda Asma Nadia dan Bunda Helvy Tiana Rosa
                Rani kecil, sekarang lebih dikenal dengan Asma Nadia. Bukunya sudah pululahan. Sebagian besar tergolong buku laris. Beberapa diantaranya sudah di filmkan seperti Emak Ingin Naik Haji, Rumah Tanpa Jendela. Yang terbaru Catatan Hati Seorang Isteri, Jilbab in Love sudah di sinetronkan.
                Asma Nadia juga telah meraih berbagai penghargaan dari bidang menulis. Tak hanya itu, sekarang Asma Nadia memiliki Rumah Baca gratis untuk kaum dhuafa yang tersebar di mana-mana
                Kakaknya, Helvy Tiana Rosa juga sekarang di kenal sebagai sastrawan kenamaan, dosen. Pendiri Forum Lingkar Pena ( komunitas pengkaderan penulis muda )  ini, juga telah menulis puluhan buku yang tak kalah laris. Salah satu yang fenomenal adalah Ketika Mas Gagah Pergi telah diangakat ke layar lebar atau film.
                Kisah yang saya kutip di pengantar buku Emak Ingin Naik Haji ini, saya bacakan dengan intonasi sedemikian rupa di depan murid-murid eskul jurnalistik yang saya ajar. Dan Subahanallah  seminggu kemudian dengan mata berkaca saya menerima cerpen, puisi, cerita pengalaman yang mereka tulis   
                Setelah saya baca, beberapa tulisan saya kirim ke koran minggu. Dan Alhamdulillah sudah ada yang tulisannya menghias salah satu koran nasional
                Dan ketika saya di minta sekolah menghidupkan kembali mading sekolah, saya kembali tersenyum mendengar mata-mata kecil itu berkata
                “Pak Saya bikin cerpen ya..”
                “Pak saya Nulis puisinya “
                “Pak bikin pantun boleh? “
                “Pak cergam saya yang buat ya ! pliss “

                Semoga semangat mata-mata kecil itu selalu terjaga. Sehingga mereka kelak ada yang menjelma menjadi penulis hebat seperti halnya Helvy dan Asma Nadia. Amiin. Ohya murid-murid saya sekarang karya-karyannya sudah ada yang dimuat di majalah Bobo, Kedaulatan Rakyat, Suara Merdeka bahkan ada yang sudah bikin novel anak.


Sutono Adiwerna, Guru Eskul Jurnalistik, Ketua FLP Tegal. Tinggal di Kab Tegal

NB, dimuat di Radar Tegal, Halaman Opini Jumat 31 Maret 2017, dan sabtu 1 April 2017

Anak Suamiku

Anak Suamiku : KBMAPP | sutono_adiwerna