Kamis, 29 November 2012

Tentang Saya..



Tentang  Sutono Adiwerna
Sutono Adiwerna lahir dan besar di Tegal. Beberapa cerpen, puisi dan tulisan lainnya pernah dimuat di majalah Ummi, Tarbawi, Edukita. Harian  Suara Merdeka ( cerpen anak ), Wawasan, Radar Tegal, Nirmala Post dan tabloid Cempaka.
Pertama mengirimkan tulisan ke media di bangku SMP tapi karena tidak dimuat ia berhenti menulis. Untungnya semangat melahap bukunya tak  juga surut. Perpustakaan sekolah dan perpustakaan daerah menjadi tempat favoritnya disaat siswa lainnya mendatangi kantin sekolah.
Semangat menulisnya menggeliat lagi setelah bergabung  dengan FLP ( Forum Lingkar Perna Tegal ) yang  kala itu diketuai oleh Mba Sinta Yudisia. Ia pun kembali rajin menulis dan menulis kemudian mengirimkannya ke media massa. Tulisan pertamanya dimuat di majalah Annida ( sehalaman kartu Pos ) dan majalah Tarbawi. Keduanya ditulis dengan tangan dan dikirim via pos.
Kini  aktifis FLP dan RBA Tegal profilnya pernah dimuat di Suara Merdeka ( halaman Pantura ), Radar Tegal, website resmi pemerinta kab Tegal dan website PKS Kabupaten Tegal
Buku yang sudah terbit
1.       Antologi Cerpen Akulah Pencuri Itu, Indie Publishing thn 2010
2.       Antologi Kasih Hapuslah Airmatamu, CFI thn 2010
3.       Antologi kasih Seribu Cinta yg menyala, Umma Haju thn 2011
4.       Antologi FF Persembahan Kupu- Kupu, Umma Haju thn 2011
5.       Antologi Kebaikan yang Menginspirasi, Puput Happy Publishing thn 2012
6.       Antologi Surat Cinta untuk Ibu, Puput Happy Publishing thn 2012
7.       Antologi Cerpen Curhat Anak Bangsa, Gong Publishig thn 2012
8.       Antologi Curhat Galau Penulis Pemula, Puput Happy Publishing thn 2012
9.       Antologi Cerpen Sapporo, Leutika Prio thn 2012
10.   Antologi Cerpen Tugu, Leutika Prio thn 2011
11.   Antologi Cerpen Dear love for kids, Hasfa thn 2011
12.   Antologi Cerpen anak, Sepatu Puput, PHP thn 2012
13.   Antologi Puisi untuk TKI
14.   Kumpulan Cerpen anak Baju Untuk Lili, buku solo terbit di PHP thn 20112

Rabu, 21 November 2012

Cerpen Temen

gila2an kita hari ini bikin aku iseng nulis ni cerpen. maaf klo ada yg nggak sesuai. just for fun aja. hope you enjoy it. ^_^

RAHASIA EMPAT HATI

Allin memacu motor dengan kecepatan tinggi, meliuk – liuk diantara padatnya lalu lintas Jakarta sore itu. Ia tahu jika terlambat lima menit saja semuanya bisa kacau. Sedikit menyesal karena tak bisa menolak ketika bos mengajak berbincang mengenai proyek baru yang akan digarapnya. Bulu kuduknya berdiri membayangkan kemarahan dari seseorang yang sedang menunggunya sore ini. Dipacunya motor itu semakin kencang.

Akhirnya motor memasuki pelataran parkir sebuah mall terkemuka setelah lebih dari satu jam menembus padatnya lalu lintas. Ia melotot galak pada seorang cowok yang hendak menempati space parkir yang sudah diincarnya. Cowok itu mundur dan akhirnya ia bisa memarkirkan motor dengan tenang untuk kemudian secepat mungkin masuk mall.

Dering handphone yang sejak tadi meraung – raung membuatnya semakin mempercepat langkah. ‘iya sabar dong sebentar lagi nyampe.’ Ucapnya dalam hati. Langkah itu mulai melambat saat menginjakkan kaki dilantai tiga.mata itu mencari sosok yang sudah membat hatinya porak poranda belakangan setahun ini. Membuatnya dirundung gelisah serta rindu yang berkepanjangan.

Tak lama ia menemukan seluletnya tengah menunggu digerai donat . Amat mempesona dengan kemeja putihnya. Bergegas ia melangkah hingga menabrak seseorang, membuat minuman yang dipegangnya tumpah.

“Maaf mas nggak sengaja.” Ucapnya.

“Nggak apa – apa mbak. Ehm boleh kenalan?” jawab lelaki itu.

Allin melotot galak kemudian pergi. Langkah itu memasuki gerai donat kemudian duduk didepan seseorang itu. Ia menyambar minuman didepannya untuk menetralkan nafasnya yang memburu.

“Sorry mas telat.”

Lelaki itu menjitak kepala Allin dengan gemas kemudian berkata, “Sampai kering aku nunggunya!”

“Kan udah bilang maaf. Ya udah ayo cepetan cabut.”

“Habisin dulu minumnya.”
***

Kantor nampak semakin lengang. Satu per satu karyawan mulai beres – beres menyimpan semuanya untuk esok hari. Namun lihatlah disalah satu kubikel nampak dua orang sedang berbincang hangat. Seakan tak terganggu oleh suasana yang mulai ramai oleh OB yang sibuk berbenah. Orang – orang pasti menyangka mereka pasangan. Keduanya nampak serasi. Lihatlah sang gadis dengan semburat merah dipipi nampak berusaha bersikap sewajar mungkin. Sedangkan sang lelaki tersenyum simpul.

Lelaki itu bernama Hapiz seorang staffa akuntansi dan gadis itu bernama Dessy public relations. Keduanya sudah setahun ini bekerja diperusahaan makanan berskala internasional itu. Siapa sangka hubungan kerja akan menjadi awal dari persahabatan manis yang mereka jalani dan tahukah kau gadis itu memendam rasa padanya bahkan sejak awal pertemuan mereka.

Dessy melirik handphone yang tergenggam ditangannya, belum ada kabar dari Allin maupun Kindi. Ia tak tahu harus cemas atau bersyukur karenanya. Apakah semua baik – baik saja? Entahlah yang pasti ia menikmati kebersamaan ini.

“Dessy? Are you okay?”

“Hah? Yeah I’m fine.” Jawabnya sedikit terbata.

“Kamu terlihat sedang menunggu sesuatu. Atau kita pulang saja?”

“Ah hanya perasaanmu saja. Aku masih ingin disini.”

“Akan ku tunjukkan padamu sesuatu.”

Hapiz bangkit dari duduk kemudian mengulurkan tangan pada gadis disampingnya. Desy tertegun menatap uluran tangan itu. Ia tak bisa menahan hatinya untuk tak melambung. Tubuhnya mendadak kaku terantai ragu. Sesuatu dalam dadanya berdegup dengan kencang. Perlahan disambut uluran tangan itu, kemudian mengikuti lelakinya melangkah.
***

“Yang ini Mas Kindiiiiiiiiiiii.” Kata Allin gemas.

“Jelek Lin. Yang ini aja. Lebih manis.”

“Pokoknya aku mau yang ini!”

“Udah Mbak nggak usah didengerin. Yang ini aja dibungkus.”

“Nggak mbak! Yang ini aja.”

Pramuniaga toko kue itu tersenyum melihat tingkah mereka masih saja bertengkar. Sudah lebih dari satu jam mereka memperdebatkan hal yang sama namun nampaknya kata sepakat masih suka bersembunyi. Sebuah ide mampir dikepala pramuniaga itu sebagai solusi untuk menghentikan perdebatan yang sepertinya sebentar lagi akan berubah menjadi perang terbuka.

“Bagaimana kalau yang ini?” tawarnya ramah. Kedua manusia berisik itu terdiam kemudian tersenyum.
***

Dessy melangkah hati – hati meniti tangga yang membawanya keatap gedung. Sepatu hak tingginya tak bisa diajak kerja sama untuk hal yang satu ini. Hapiz menuntun langkahnya pelan, menjaga agar gadis itu tetap dalam posisi nyaman menaiki tangga yang agak curam. Tangan itu menggenggamnya erat. Ia merasakan detak jantung yang kian memburu. Berharap semoga anak tangga tak kunjung habis sehingga genggaman itu tak terlepas walau sedetik.

Hapiz membuka pintu atap, seketika terpaan angin menyambut. Sedikit berisik karena hembusannya yang sedikit kencang. Tapi membuatnya merasa bebas. Dasinya berkibar membuat suasana semakin berisik. Ia melepas dasi itu, membuka kancing teratas kemejanya kemudian menggulung lengan kemeja sebatas siku. Memasukkan dasi ke saku celana kemudian menatap kota.

“Pemandanganya indah bukan?” tanyanya. Dessy mengangguk. “Kemari akan ku tunjukkan padamu sesuatu yang lebih indah.”

Dessy tertegun karena tangan itu kembali terulur.
***

Lalu lintas yang masih padat serta senja yang mulai menjemput membuat Kindi mengurangi kecepatan laju motor. Dengan seseorang diboncengannya, ia merasa perlu meningkatkan kewaspadaan. Sesekali diliriknya gadis itu lewat spion. Ia tahu benar raut wajah itu sudah benar – benar tak sabar.

“Stop Mas!” kata Allin tiba – tiba. Ia turun dari boncengan memberikan bungkusan kue dengan hati – hati. “Biar aku yang bawa motornya!”

Kindi terdorong mundur karena gadis itu dengan cepat mengambil alih kemudi tanpa sempat mengeluarkan sepatah katapun apalagi protes.

“Pegangin kue-nya. Jangan sampai rusak. Kita main – main dikit.”

Motor melaju dengan kecepatan tinggi, meliuk – liuk diantara padatnya lalu lintas. Bahkan Allin nekad melewati celah dari dua bus yang beriringan. Penyesalan besar menjalari  Kindi. Mengapa ia bisa semudah itu memberikan kemudi pada gadis ini. Padahal ia tahu persis betapa tidak sabarannya Allin. Mulutnya merapal doa semoga masih diijinkan melihat esok hari.
***

“Ayo sini Des. Kamu nggak takut ketinggian kan?” tanya Hapiz sembari mengajak Dessy lebih dekat dengan bibir gedung.

 Dengan santai ia duduk dipinggir memandang lurus kedepan. Dessy mencengkram lengan lelaki itu erat. Sungguh ia takut berada disitu apalagi dengan ketinggian lebih dari sepuluh lantai. Tapi entah mengapa rasa nyaman yang bercokol kuat dalam benaknya mengikis kengerian. Dalam hati ia berharap agar Allin dan Kindi tak jadi datang.
***

Suara rem berdecit menyemarakkan lobi yang lengang. Kindi menarik nafas lega karena terbebas dari persimpangan surga dan neraka. Gadis itu memamerkan senyum tanpa rasa bersalah sedikitpun karena sudah membuat wajahnya yang pucat pasi.

“Ntar kapan – kapan cobain yang lebih kenceng ya Mas?” ucapnya sembari memperlebar senyum yang membuat Kindi kembali mendaratkan sebuah jitakkan dikepala.

Sesuai informasi, mereka menekan tombol lift menuju atap gedung. Keduanya terdiam sibuk dengan pikiran masing – masing. Akan kuberitahu seseuatu padamu, gadis itu sebenarnya sibuk memperingatkan jantungnya agar tak berdegup melebihi kecepatan normal. Sementara lelaki itu sibuk menata hati untuk sebuah pertemuan yang tlah lama dinantikannya.
***

“Terima kasih ya Fiz. Kamu sudah mengajakku kesini.”

“Ah tak masalah. Bolehkah aku bertanya satu hal?”

Ia mengangguk. Jantung Dessy berdegup kencang sibuk menerka tentang arah pembicaraan lelaki disebelahnya. Mengingat suasana yang mendukung, jangan – jangan ia akan mengatakannya. Tiga kata yang sejak setahun lalu ditunggunya. Lelaki itu mengeluarkan sesuatu dari saku celananya. Sebuah kotak kecil yang didalamnya tersemat sebuah cincin yang sangat indah. Dessy terkesiap, lupa bernafas.

“Apakah terlalu cepat jika aku.... ehm jika aku...”
***

Kindi menyodorkan sebuah gelang didepan mata Allin.

“Bagus nggak Lin?”

Ia menyambutnya, memperhatikan detailnya. Gelang yang indah. Ada ornamen not balok serta lambang hati disana, seolah ingin mengatakan cintanya bernyanyi. Mengalun seiring lembutnya nada. Betul – betul sesuai dengan seleranya. Apakah moment yang ia tunggu sudah tiba? Harapan itu melesat keangkasa.

“Bagus Mas. Bagus banget.”
***

“Apakah terlalu cepat jika aku... ehm jika aku...”

“Happy Birthday Abangggggggggggg.”

Suara berisik itu memutus kata – kata Hapiz. Nampak Allin dan Kindi datang dengan kue tart lengkap dengan lilinnya. Hapiz membantu Dessy mendekati mereka. Bersama – sama menyanyikan lagu ulang tahun sebelum lilin tersebut ditiup.

“Thanks ya? Nggak nyangka bakal dapet kejutan. Ide siapa ini?” tanya Hapiz. Kindi dan Dessy serempak menunjuk Allin yang cengar cengir sableng.

Hapiz berdiri dihadapan Allin. Kindi melakukan hal yang sama dihadapan Dessy. Kedua gadis itu merasakan ada yang salah dengan semua ini karena yang berdiri dihadapan mereka bukanlah yang diinginkan. Kedua lelaki itu berjongkok, Hapiz mengeluarkan cincinnya, sedangkan Kindi mengeluarkan gelangnya.

“Would you be mine?”

Sore itu ada empat hati yang patah.

THE END

bener2 iseng kan?
kabur sebelum dijitakin rame2. :P

kue buat mas hapiz. he..he..

Cerpen Teman

FOR MY DEAR CRAZY FRIENDS KINDI, HAPIZ AND ALLINA

oleh Ariya Des Utami pada 21 November 2012 pukul 14:30 ·

RAHASIA EMPAT HATI (bagian 2)



Dessy memutar-mutar gelang yang tadi dilingkarkan ke pergelangan tangannya oleh laki-laki yang duduk disampingnya ini.  Gelang yang bagus, tentu ia membelinya dengan hatinya.  Dan gelang ini bukan untuknya, dia tahu betul hal ini. Diliriknya lagi laki-laki yang duduk disampingnya dalam diam, akhirnya dia tak tahan lagi, diulurkannya gelang itu kepada pemiliknya sambil tersenyum. Senyumnya juga disambut senyum oleh laki-laki itu. Dan akhirnya mereka berdua tertawa terbahak-bahak.  Jika saja saat itu siang hari, pastilah taman tempat mereka duduk sekarang dipenuhi orang-orang yang akan memandang mereka sebagai pasangan yang aneh. Untung saja sekarang sudah malam, sudah tak ada lagi orang-orang yang bersedia santai ditaman ini sambil mendonorkan darahnya pada nyamuk malam yang kelaparan.
“Ambil gelang ini, aku ga sanggup nyimpannya. Kita kan cuma pura-pura aja agar mereka jadian” Dessy membuka suara
“Kalau nanti mereka melihat gelang itu tak ada ditanganmu bagaimana? Simpan saja untukmu, biar mereka tak curiga”
“Itu gampang! Aku bilang aja sayang kalo dipakai terus, nanti rusak. Nih ambil, aku yakin sekali kau meletakkan semua rasa cintamu di gelang ini. Ah, kenapa sih kamu ga jujur aja sama Alin?”
Kindi meneguk ludah, ada rasa sakit ketika menelan ludah itu. Dia mengutuk dirinya sendiri mengapa jadi sepengecut ini. Tadinya dia merasa bisa mengatasi semua ini, tapi nyatanya rasanya begitu sakit. Seperti nyawanya terhisap para dementor di dunia sihir, begitu menyaksikan kejadian tadi. Yah saat ia melirik Hapiz berlutut dan menunjukkan cincin dihadapan Alin. Saat melihat wajah Alin yang entahlah bagaimana melukiskannya. Mungkin seperti itulah wajah perempuan yang kaget menerima surprise dari laki-laki yang disukainya.
“Kindiiiii, kok malah melamun sih?”
Teguran Dessy membuatnya sadar dari lamunan.  Kindi nyengir melihat wajah dessy yang kesal.
“terima kasih ya atas bantuanmu hari ini. Aktingmu bagus, bagaimana bisa kamu punya ekspresi terkejut seperti tadi?” Kindi menoleh pada Dessy
“Aku sudah melatihnya kemarin-kemarin” sahut Dessy
Melatihnya? Hah, aku tidak melatihnya. Itu benar-benar ekspresi terkejutku karena melihat Hapiz berlutut dihadapan Alin sambil menyerahkan cincin. Aku benar-benar terkejut, merasa itulah akhir penantianku, akhir pengharapanku pada Hapiz. Dan ternyata memang semuanya sudah berakhir.  Aku harus bisa legowo. Hanya aku yang mencintai, sementara Hapiz tidak.  Dia mencintai Allin. Untungnya tak ada yang tahu perasaanku yang sebenarnya, tidak juga Kindi yang sudah berterus terang padaku tentang perasaannya pada Allin. Biar saja begini, biar aku sendiri yang menyimpannya.  Untuk apa memberitahu orang lain? Tokh hanya akan membebani orang lain saja.  Aku bisa menyimpannya. Aku bisa. Aku pandai berakting.
“Nah, sekarang kau yang gantian melamun”
Dessy tertawa lagi, menyembunyikan apa yang tadi difikirkannya “Aku terbayang peristiwa tadi, saat kau berlutut didepanku dan melirik ke arah Allin dengan perasaan sendu teramat berat.  Ingin tadi rasanya aku bongkar semua sandiwara kita selama ini. Kalau saja aku tak berjanji padamu, Kindi jelek!”
“Wew! Kalau sampai kau bongkar tadi, aku tak mau lagi mengenalmu Des”
“dasar kau pengecut! Kalau sudah begini bagaimana lagi mau menjalani hari-hari seperti sebelum ada pernyataan tadi? Argggggh, kenapa ada ide gila seperti ini sih?” Dessy memukul-mukulkan telapak tangan kerambutnya
“Sudah terlanjur, kita lanjutkan sandiwara kita. Di depan mereka kita adalah sepasang kekasih”
“ aaaaaah, wani piro?? Aku ga mau!”
“Please. . .” Kindi menampakkan wajah memelasnya
“Ah, sebel! Kenapa aku harus punya sahabat kayak gini sih! Ya sudahlah, ayo kita pulang. Simpan gelang ini” Dessy menyerahkan Gelang berornamen hati dan not balok itu lalu melangkah pergi meninggalkan bangku taman.
Kindi memasukkan gelang tersebut kesaku celananya dan menjajari langkah Dessy, menuju motornya. Yah pulang lebih baik, bisa merilekskan diri dengan mandi air hangat.
*****

Setiap akhir tahun perusahaan tempat Hapiz dan Dessy bekerja, selalu mengadakan liburan akhir tahun. Tapi khusus karyawan saja, tidak boleh membawa keluarga apalagi pacar.  Dan tahun ini tujuan mereka ke jogja!
“Kau pasti sedang memikirkan Kindi!” bisik Hapiz pada Dessy yang duduk memandang jendela. Mereka sedang didalam bus, menuju Jogja.  Hapiz memang memilih duduk dengan Dessy agar bisa berbincang-bincang, dia sampai harus merayu-rayu Maria agar mau tukaran tempat duduk dengannya.
“Lho kok tahu?” sahut suara disampingnya, Hapiz terdiam. Ternyata Dessy memang sedang memikirkan Kindi, rasanya ingin dia tukaran tempat duduk lagi dengan Maria jika saja tak malu.
“Ya tau dong Des, kelihatan tuh dari matamu” jawab Hapiz dan pada saat bersamaan mata mereka bertemu. Hapiz gelisah, tapi mencoba biasa karena wajah yang kini dipandangnya itu malah tertawa.
“Kok malah ketawa gitu?” ucap Hapiz hampir seperti salah tingkah
“Sejak kapan jadi bisa menerawang lewat mata gitu?” Dessy balik nanya
“Sejak mengenalmu!” celetuk Hapiz
Dessy tertawa. Seandainya Hapiz tahu betapa sulitnya dia harus menahan ekspresinya saat mata mereka bersirobok tadi, itulah sebabnya ia tutupi dengan tawa. Dengan begitu hapiz tak akan tahu betapa jengahnya suasana tadi baginya. Aku memang seharusnya jadi aktris saja, bermain sinetron atau film, bukan jadi public relation seperti ini. Ah, tapi bukankah memang pekerjaanku menuntutku untuk pintar mengemas sikap, jadi yah wajar saja. Dessy menghela nafas, menoleh kesamping dan mata mereka bersirobok kembali. Cepat-cepat dessy mengalihkan matanya menghadap jendela kaca disampingnya, menyaksikan pemandangan sepanjang jalan.
“Gimana hubunganmu dengan Alin?” akhirnya dia membuka percakapan dengan hapiz
“Lancar, tak ada masalah. Allin itu doyan banget ngerjain aku, sukanya teriak-teriak, benar-benar tomboy” ungkap Hapiz
“Ya begitulah Allin, dia selalu ceria. Eh kita sudah sampai, ayo siap-siap turun”
Sial, mengapa selalu saja aku tak pernah mendapat moment yang pas. Mengapa aku selalu tak bisa membaca hatinya. Mengapa tak ada terbersit cemburu sedikitpun diwajahnya, padahal ketika dia bercerita tentang Kindi, aku cemburu setengah mati. Rasanya dadaku panas terbakar. Apa dia memang tak memiliki rasa cinta padaku? Tuhan, bagaimana meredam gejolak dihatiku ini. Hapiz membatin gelisah
Dessy bergegas melangkah, ia berlari mendekati Maria. Jika ia berjalan bersisian dengan Hapiz, dia tak tahu lagi bagaimana menyembunyikan rona cemburu diwajahnya. Ya, dia cemburu sekali ketika Hapiz memuji-muji Allin. Oleh karena itu, dia harus menetralisir rasa cemburunya dengan ngobrol bersama teman-teman lainnya. Tiba-tiba kakinya terantuk batu, dan ia limbung akan jatuh.  Tapi sebuah tangan menyambut tubuhnya yang limbung, menariknya agar tidak jatuh, dan refleks mereka jadi berhadapan. Hapiz! Dessy merasakan perutnya tegang. Wajahnya pias.
“Kau tak apa-apa? Ada yang terluka?” wajah itu begitu resah, panik.
“eh, nggak apa-apa kok, aku cuma kesandung aja” Dessy menjawab gugup
“Makanya kamu ga usah lari-lari kayak mau ketinggalan kereta aja!”
“eh, aku ditinggalin Maria tuh kan, ayoo buruan. . .” Dessy berusaha melepaskan diri dari pegangan Hapiz dan mulai bergerak tergesa menuju Maria, tapi lagi-lagi tangannya ditarik Hapiz hingga ia membalik lagi kearah Hapiz. Kali ini Dessy benar-benar terkesiap, kaget sekali.
“bareng aku aja!” Hapiz menggenggam tangannya dan menyeretnya melangkah menyusul teman-teman mereka yang sudah didepan.
*****

Hujan turun seperti ribuan anak panah yang dilesatkan, membuat Allin dan Kindi terpaksa menepi mencari tempat berteduh. Sepanjang emper toko-toko, banyak juga orang-orang yang juga menepi.  Kindi menggamit lengan Allin, menunjuk sebuah Cafe dipojok.  Allin mengangguk dan mereka melipir diantara orang-orang yang sedang berteduh, menuju Cafe dengan papan nama ‘De Lovers’.  Memasuki Cafe rasanya begitu nyaman dan hangat. Seorang pelayan menyongsong mereka ketika mereka sudah mengambil tempat duduk di dekat kaca jendela yang langsung berhadapan dengan jalanan didepannya.  Mereka memesan dua cangkir cokelat hangat dan cake blueberry.
“Lucu ya Lin, kita disini jalan-jalan karena ditinggalkan pasangan masing-masing ke Jogya” Kindi membuka obrolan
Allin tertawa dan menggangguk-angguk menyetujui
“Kamu ga kangen dengan Hapiz?”
“Ga! Kan ada mas Kindi disini” sahut Allin tertawa kembali “Lha emangnya mas Kindi ga kangen dengan mba Des?” Allin balik bertanya
“Ga juga, karena ada kamu disini” jawab Kindi dan merekapun tertawa kembali
“Mas, aku sangat senang dengan hujan. Memperhatikan rintiknya yang perlahan membesar, tetesnya yang jatuh menyentuh tanah atau lantai, yang kemudian memercik kecil kesekitarnya. Aku senang banget natap hujan seperti ini apalagi kalau. . . “ Allin menggantung kalimatnya
“Kalau ditemani aku kan?” sambung Kindi
“Huh, Ge-er banget sih!” namun tak urung hati Allin berbunga-bunga.  Yah itu yang diharapkannya dari laki-laki yang kini sedang menghirup cokelat panas dihadapannya ini.
Kindi sering menjawab kata-kata menggantung darinya dengan celetukan-celetukan seperti tadi. tapi Allin merasa celetukan-celetukan itu bernada canda saja, tak mungkin dia bisa meraih Kindi menjadi kekasihnya saat mereka sendiri tahu siapa pasangannya masing-masing.  Baginya menjalani hubungan dengan Hapiz adalah hal yang menyiksa, bertahan hanya untuk mendapatkan kecemburuan Kindi saja.  Berharap sangat Kindi memutuskan Dessy dan menjadi kekasihnya.  Jika memang bisa seperti itu, jika memang Kindi berani mengambil tindakan itu, dia akan memutuskan untuk berpisah dengan Bang Hapiz. Dia akan menerima jika Hapiz membencinya, asalkan dia bisa bersama dengan Kindi.
“ehm, mas pasti orang-orang diluar sana yang memandang kearah kaca ini, menyangka kita adalah pasangan ya?” Allin memancing kembali dengan sebuah tanya
Kindi bangkit, menggeser kursinya sedikit mengulurkan tangannya kekepala Allin dan menjitaknya dengan suskses. Allin berteriak dan Kindi tertawa menikmati kemarahan Allin. Allin menangkap tangan Kindi dari kepalanya dan menggigitnya dengan kencang. Kindi menjerit tertahan, dan segera menarik tangannya dari cengkeraman Allin. Kalau saja beberapa pasang mata di Cafe De Lovers ini tidak melihat kearah mereka, pastilah Kindi akan membalasnya dengan menjitak kepala Allin dengan sangat keras.
“Dasar kamu Lin, sampai sakit tanganku. Nih lihat” Kindi mengulurkan tangannya yang digigit Allin tadi
“Siapaaa suruh mas Kindiiii jitak kepalaku? Lagian mas Kindi itu sering banget jitak kepalaku!” sungut Allin
“Itu karena aku sayang kamu Lin, . . .” Kindi menghentikan ucapan yang tiba-tiba keluar dari mulutnya
“ Ap app apa mas? Mas coba ulangi lagi. Mas sayang aku?”
“Eh hujan udah reda Lin, Ayo kita pulang!” elak Kindi
“Mas Kindiiii, kenapa sih mas ga mau jujur!” Allin menarik lengan Kindi yang mulai beranjak dari kursinya
Kindi menatap Allin dan menghela nafas panjang.
“Ya aku sayang kamu Lin, aku suka kamu jauh sebelum kamu jadian dengan Hapiz.  Tapi apa gunanya rasa sukaku sekarang? Bukankah kamu menyukai Hapiz, dan kalian bahagia.
“Aku juga suka dengan mas Kindiii!” sahut Allin pasti. Yah ini yang ditunggunya selama ini, ungkapan hati Kindi dan dia tak ingin melepas kesempatan ini, tak mau lagi.
Hujan kembali menderas diluar, menjadi saksi kejujuran diantara Kindi dan Allin. Cafe Delovers pun mendadak penuh bunga.
*****

Dua bulan berlalu sejak kejadian di Cafe Delovers itu, dan baik Dessy maupun Hapiz belum mengetahui bahwa Allin dan Kindi telah menjalin hubungan dibelakang mereka. Namun hari ini Allin dan Kindi memutuskan untuk berterus terang pada Dessy, karena tokh hubungan Kindi dan Dessy hanyalah pura-pura.
“What? Kalian jadian. . .” dessy terkejut bukan main
“mengapa begitu terkejut mba? Mba dan mas Kindi kan cuma pura-pura jadian, jadi ga masalah kan kalo aku jadian dengan mas Kindi?” tanya Allin
“haiya iya! Okelah kami memang berpura-pura, tapi kamu dengan Hapiz kan ga pura-pura Allin? Terus kalau Hapiz tau gimana?” desis Dessy
“itu. . . itu. . .” Allin gugup
“Kami akan berterus terang Des, kami akan siap jika Hapiz marah.  Kami tak punya pilhan lain” sahut Kindi
“Arrrrgh, kalian ini benar-benar gila. Crazy! Aku ga mau bantu dan terlibat. Aku ga tega lihat Hapiz”
“Des, Please” pinta Kindi
“Nope! Esok malam aku akan terbang ke Jepang. Tidak mungkin aku menolong kalian untuk mengatakan hal ini pada Hapiz, lalu aku meninggalkannya seenaknya saja ke Jepang. Dia pasti akan merasa terpukul sekali. Kalian harus menyelesaikannya sendiri, okeh!” jelas Dessy
Allin dan Kindi angkat tangan, mereka paham dengan penjelasan Dessy. Mereka akhirnya pamit pulang untuk memikirkan rencana terbaik bagaimana berterus terang pada Hapiz.
Selepas kepulangan Kindi dan Allin, tangis Dessy pecah. Ada rasa bahagia ketika mendengar pernyataan Kindi dan Allin tadi, tapi juga ada rasa sedih mengetahui Hapiz akan terluka. Dessy sudah bisa menerima kenyataan bahwa Hapiz tak bisa jadi miliknya, oleh sebab itu ia memutuskan untu ke Jepang, agar dia bisa melupakan Hapiz seutuhnya dan mengubur rasa yang tak seharusnya ada.  Diam-diam Dessy menerima tawaran bibinya yang menikah dengan Paman Nakamura untuk ikut membantu pamannya diperusahaannya, dan dia hanya menceritakan hal ini pada Kindi saja.  Tapi mengetahui Hapiz akan terluka sungguh membuatnya bimbang.
*****

“Shitt”  Hapiz mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi.  Dia merasa benar-benar jadi pecundang.  Bagaimana bisa dia tidak mengetahui kalau Dessy berhenti bekerja dan akan ke Jepang malam ini. Malam ini! Sungguh keterlaluan sekali dia tak memberitahuku.  Kalau saja Allin tak memberitahunya sore tadi, pastilah dia tetap tidak akan tahu.  Lagipula mengapa Allin baru memberitahunya sekarang, dan dia beserta Kindi sudah ada dibandara saat ini mengantar dessy. Bagaimana bisa mereka tak mengajakku!. Hapiz memukul-mukul tangannya pada stir, hampir saja dia menabrak kendaraan didepannya jika dia tak cepat mengerem.
Mengapa begini Tuhan? Mengapa rasanya hatiku begitu sakit? Begitu berongga, seolah ada yang mengambil hatiku dan membawanya pergi.  Bagaimana Dessy bisa pergi begitu saja, disaat dia sudah memutuskan untuk mengakhiri hubungannya dengan Allin, yang makin terasa hambar. Hm, hubungannya dengan Allin hanya seperti kakak dan adik saja, tak ada denyar-denyar cinta saat mereka sedang berdua. Nothing chemistry! Tapi jika bersama dengan Dessy, rasanya ia melayang ntah kemana. Tapi. . . Tapi. . . apa yang terjadi kini? Mengapa dia ke Jepang? Bagaimana hubungannya dengan Kindi? Mengapa Kindi tak mencegahnya untuk pergi? Oh, berapa banyak yang tidak kuketahui! Kemana saja aku selama ini?
Mobilnya memasuki area bandara Soekarno-Hatta, memarkirnya dengan tergesa dan berlari terengah-engah memasuki bandara menuju ruang tunggu. Di liriknya jam tangannya, 19:50 Wib, 10 menit lagi pesawatnya akan fly. Sambil berlari, ditariknya dasinya  untuk dilonggarkan, dia butuh ruang untuk bernafas.
Dan tiba juga dia diruang tunggu, matanya mencari-cari sosok-sosok yang dikenalnya, dan berhenti disatu titik, dimana dia bisa melihat tiga wajah yang dikenalnya. Masih berlari dia menuju kearah sosok-sosok itu.
“Ba ba bagaimana bisa kau pergi tanpa memberitahuku?” tanya hapiz disela-sela nafasnya yang terengah, kedatangannya membuat tiga sosok dihadapannya terkejut.
“Mas Hapiz!” suara Dessy hampir tak terdengar, matanya mulai berkaca-kaca
“Bang Hapiz. . .” ucap Allin tercekat
“Hapiz. . .” bisik Kindi
Masih berusaha mengatur nafasnya, hapiz bertanya kembali “mengapa? Mengapa tak cerita?”
“itu. . .itu. . .karena aku tak ingin mengganggumu. Dan memang kurahasiakan dari kalian, aku tak ingin kalian bersedih jika aku pergi.  Aku pasti akan merindukan kalian semua” jawab dessy dengan tertahan, airmatanya sudah mengalir. Menyaksikan Hapiz yang terengah-engah dan Allin serta Kindi, dia yakin sekali bahwa keduanya belum berterus terang.  Hapiz yang malang. . .
“Tapi kau tidak boleh seperti ini. Mana boleh kau seperti ini padaku! Kita satu kantor, bagaimana bisa aku tak mendengar apapun tentang kepergianmu” sambung Hapiz sambil mendekat
Allin dan Kindi tercekat
“Itu karena kau ditugaskan keluar kota selama seminggu ini, mas.” Sahut Dessy lagi
“oh ayolah, jangan bersedih begini, aku tak akan lama disana. Hanya ingin menikmati negeri impianku saja. Kita semua masih bisa calling-callingan atau chatting. Siapa tahu kau juga nanti bisa ke Jepang, mewakili perusahaan. Kita kan masih bisa ketemu. Ayolah ini bukan perpisahan selamanya” dessy mencoba mentralisir suasana
“Yah betul itu bang.  Aku minta maaf ya tak segera memberitahumu kemarin ketika aku tahu, aku takut mengganggu konsentrasimu diluar kota itu. Lagian kok Bang Hapiz segitunya, kayak melepas kekasihnya aja” tambah Allin
Hapiz menoleh kearah Allin, matanya memandang kearah Kindi dan mendekatinya, menonjok bahunya pelan, “Bagaimana kau tak cerita soal ini, kawan. Padahal seminggu sebelum aku keluar kota kita makan-makan berdua”
“Maaf Piz, itu karena permintaan dessy agar dirahasiakan” jawab Kindi pelan, matanya melirik dessy, bingung harus bagaimana, bingung dengan sikap melankolis dessy yang menangis sesengukkan. Eh, ada apa ini ya? Jangan. . .jangan. . .! kindi membatin gelisah.

KEPADA PARA PENUMPANG TUJUAN JEPANG DIHARAPKAN BERSIAP-SIAP, KARENA PESAWAT AKAN SEGERA TINGGAL LANDAS.

Suara itu membuyarkan suasana aneh diantara mereka, dessy bersiap meninggalkan teman-temannya. Menyalami Kindi, berpelukan dengan Allin dan terakhir menyalami Hapiz.  Saat itu tiba-tiba Hapiz menarik tangannya dan memeluknya, dessy meronta kaget, Hapiz melepaskannya dan dengan nakal berseru “pelukan karena kau tak memberitahuku. Oke, hati-hati disana ya dan beri kabar pada kami”
Dessy melambaikan tangan kearah mereka bertiga, berbalik dan bergegas melangkah meninggalkan Kindi, Allin dan Hapiz. Meninggalkan sepotong hatinya pada seseorang.
*****



*Busyett dah, butuh waktu 3 harian buat ngelanjutin cerita Allin ini.  Paling susah buatnya karena pake nama sendiri, juga pake nama kawan-kawan yang udah dikenal.  Tadinya mau buat yang sangat romantis kayak film korea ituh, tapi ga kuat begitu liat nama-nama tokohnya, khawatir ntar ada yang jatuh cinta beneran ama gue. peace ^_^
*Asyiiiik gue ke Jepang! Yang ngelanjutin bagian 3 harus cerita tentang Jepang yak! ^_^

Selasa, 20 November 2012

Kompaskita, 20 Nov. Edisi Ine Febrianti

Kompas Kita hari ini..." Mba Ine, beberapa tahun lalu saya suka sekali melihat akting mba di sinetron Dewi Selebriti. Sekarang kayaknya lebih suka teater dan film ya? Mengapa? ohya, kabarnya sekarang nulis skenario juga ya? Boleh tahu dong buku favorit dan penulis foavorit mba. Terakhir, kayaknya keluarga mba Ine jauh dari gosip. Rahasianya apa? * Sutono, Adiwerna, Tegal. Jawaban Ine Febrianti, S
aya merasa teater adalah tempat belajar menyenangkan. Pengalaman berteaterlah yang memberikan kontribusi besar dalam penyutradaraan film- film saya. Mengingat saya tidak terlalu suka sekolah, teater bisa jadi sekolah saya. Selama menyutradarai film saya berusaha menulis skenario. Itu saya lakukan agar bisa memahami alur dan irama dari film yang saya sutradarai. Mengenai rahasia agar jauh dari gosip, saya berusaha fokus saja pada hal- hal penting dan yang baik...

Minggu, 18 November 2012

My Sweet Heart

Judul Buku : My Sweet Heart
Penulis       : Amira Budi Mutiara
Penerbit      : Dar Mizan Anak ( KKPK )
Cetakan      : Pertama Februari 2009
Tebal           : 128 Halaman

Kawan- kawan pernah bertemu dengan orang lain yang benar- benar mirip kita, kemudian orang tersebut meminta kita bertukar peran dengan kita?

Nah... buku yang di tulis oleh Amira Budi Mutiara ini mengisahkan tokoh Tiras dan Mei Ling yang meskipun keduanya bukan saudara apalagi kembar memiliki wajah yang amat sangat mirip

Suatu hari Tiras menonton pertandingan olah raga kegemarannya yakni bulu tangkis. Tak disangka atlet yang sedang bertanding adalah Mei Ling yang wajahnya sangat mirip dengan Tiras. Disaat bertanding, tiba- tiba Mei Ling terkapar karena terkilir dan pertandingan pun  di istirahatkan untuk sementara.

Ketika Tiras ke toilet, betapa kagetnya ia bertemu Mei Ling, lebih kaget lagi ketika Mei Ling meminta Tiras untuk bertukar peran sementara waktu. Tentu saja awalnya Tiras menolak tapi karena dibujuk Mei Ling  akhirnya Tiras bersedia bertukar posisi. Bagaimana kisah Tiras dan Mei Ling selanjutnya?

Kamis, 15 November 2012

Cinta Pertama Untukmu

Silir angin biaskan dingin
Menembus mantel biru lusuh
Sehelai koran masih tersisa
Gerimis sejak petang belum usai

Ponselku menjerit berteriak
Mengabarkan sebuah pesan
Pesan yang mengerat-ngerat nurani
Mencabik- cabik sanubari

Mengapa baru kini cinta menyusup
Sedang mereka di sana
Puluhan tahun didera derita
Wanita dikoyak paksa kesuciannya
Anak-anak yatim seketika
Karena bapak diregang nyawanya
Peluru,mesiu helaan nafas mereka
Bahkan bantuanpun dirajah paksa

Benarkah cinta telah menyusup
Ku coba memanggil Gaza, Al Quds, Palestina
Lewat ayat- ayat-Nya
Melalui kisah mujahid-mujahidah pena
Memang ada getar,marah,perih yang menyergap

Benarkah cinta telah menyusup
Mungkinkah rasa itu telah bertahta
Kucoba melukiskan dengan pena
Tapi.....

Mengapa pena ini tumpul
Mengapa pena ini tak mau berkata
Mengapa pena ini mampu bicara
Mengapa....

Benarkah rasa itu telah menyusup
Duh....Rabb pemilik cinta
Izinkan hamba memilik cinta
Cinta untuk Gaza, Palestina


Allah punya banyak moment dan waktu yang diijabah. Semoga kita bisa memanfaatkan moment, waktu seperti sepertiga malam terakhir, setelah salat wajib, saat puasa sunah, atau dikala turun hujan disamping berdoa untuk diri, keluarga semoga kita bisa memperpanjang doa kita untuk saudara kita di Palestina.

Akhirnya Ketemu Gol A Gong di Pekalongan


Minggu pagi tanggal 1 juli 2012, tepat jam enam pagi saya bertolak dari rumah  menuju Kajen, Pekalongan untuk mengikuti work shop Be A Travel Writer bersama Mas Gol A Gong. Sepanjang perjalanan Tegal- Kajen tidaklah luar biasa mungkin karena saya ketika menjadi salesman pernah ditempatkan di kota Batik ini. Yang bagi saya luar biasa adalah detik- detik menuju hari H plus tentu saja ilmu yang saya dapat dari penulis serial fenomenal Balada Si Roy ini. Sengaja saya buat, berharap bermanfaat setidaknya bagi saya pribadi.

Gila baca sejak usia kanak- kanak membuat saya sudah membaca Balada Si  Roy yang kala itu dimuat berseri di majalah Hai. Kebetulan saya punya sepupu yang langganan majalah bersegmen remaja pria ini. Meski saya menyukai serial Roy, saya kecil tidak mau tahu siapa penulisnya.

Tahun 2006 berkat majalah Annida, saya bisa bertemu mba Sinta Yudisia dan bergabung dengan Flp Tegal. Dari komunitas inilah saya mulai di perkenalkan mba Sinta dengan karya- karya  penulis yang tergabung dengan Flp termasuk di dalamnya mas Gola Gong. Dari sini pulalah saya tahu kalau penulis Balada Si Roy

Sejak tahu siapa penulis Balada Si Roy, saya mulai berburu buku- buku Mas  Gong. Baik dengan membaca di perpustakaan, maupun membeli buku beliau. Tak selalu membeli baru, terkadang saya juga hunting di kios buku atau majalah seken. Dari sini setidaknya saya sudah memiliki 4 seri BSR, Jangan Mau Gak Nulis Seumur Hidup, Be A Writer, Al Bahri, Jenderal Kancil. Dan satu lagi buku yang membuat saya ingin berjumpa ayah dari penulis KKPK, yang sekarang beranjak remaja, Bella, yakni memoar tentang impian Mas Gong dan Mba Tias untuk mendirikan rumah kreatifitas bernama Rumah Dunia, Ini Rumah Kita Sayang demikian judul bukunya. Menyelami buku itu, mata hati saya terbuka bahwa buku itu jauh lebih berharga kalau di baca banyak orang

Awal tahun 2012, saya dapat bocoran kalau Mas Gong akan bertandang ke kota Batik, Pekalongan. Sejak saat itu pula saya mencoba menyisihkan uang agar bisa mengikuti work shop. Tapi apa daya uang yang terkumpul selalu saja terpakai hal lain. Bahkan hingga seminggu menjelang hari H saya belum punya uang sama sekali. Tulisan- tulisan saya entah mengapa tahun ini lebih banyak terbit dalam bentuk antologi daripada tembus media. Sudah rahasia umum, meskit tidak semuanya ( Gilalova 5, yang memuat cerpen saya , masuk dalam yang tidak memungut biaya baik beli buku, apalagi penerbitannaya)  tergabung antologi artinya bukan dapat honor, terkadang malah penulis harus merogoh kocek mulai dari untuk membeli buku yang ada tulisannya, bahkan ada pula yang ikut membiayai proses penerbitannya. Tapi apapun itu, saya bersyukur. Setidaknya dengan memiliki beberapa antologi tulisan saya bisa dibaca orang lain serta membuat saya kenal dengan penulis- penulis lain.

Jika bermimpi, segera bangun dan kejarlah mimpimu. Demikian kata Anggun di acara Kick Andi beberpa tahun silam.

Tanggal 25 Juni saya mendapat paket berisi buku Gilalova 5, terbitan Gong Publishing. Datangnya paket ini, meneguhkan saya untuk datang ke Pekalongan. Tetapi di tengah kemantapan hati, saya mendapat informasi kalau Flp Jateng juga akan mengadakan Muskerwil di hari yang sama. Datang ke Pekalongan dan bertemu Mas Gong adalah mimpi saya, sementara datang ke Muskerwil juga sama pentingnya.

Jumat tanggal 29 Juni, setelah mengkonfirmasi ke panitia work shop, jujur saya belum punya uang. Setidaknya saya harus memegang uang sebesar RP 125.000, dengan perincian untuk  tiket acara, 85rb. Transpot PP Tegal- Kajen 40rb.

Dihari Sabtu tanggal 30 Juni, alhamdulillah ada pelanggan koran yang berhenti langganan, yang kemudian langsung membayar uang tagihan sebesar Rp 80.000. ( Rabb semoga engkau memberi kemudahan hamba bisa segera melunasinya )

Minggu tanggal 1 Juli, dengan uang sebesar Rp 92.000 dikantong, saya nekat bertolak ke Pekalongan. Sesampainya di lokasi,dengan sangat elegan saya berkata ke panitia yang menjaga presensi
"Mba, saya sudah punya buku Te-We ( Travel Writer ). Kalau ndak usah dapat buku dapat potongan harga"
"Boleh Mas, berhubung njenengan anggota Flp dari Tegal pula ada potongan jika tidak mendapat buku tersebut sebesar 50%. Jadi mas cukup membayar tiket acara sebesar Rp 42.000 saja"

Akhirnya saya menarik nafas lega. Artinya saya bisa pulang ke Tegal tanpa harus merepotkan orang lain. Ah semua atas izin-Mu, Maka nikmat-Nya yang manakah yang kau dustakan?

Tegal 3 Juli 2012. Di tulis dini hari, setelah sadar blok note berisi materi mas Gong plus wawancara dengan pak Tirto yang rencananya untuk membuat feature atau cerpen hilang.

Senin, 12 November 2012

11 November ( Catatan Kecil untuk Yustia )

Jam tujuh teng saya tiba di gedung Al-Irsyad yang letaknya tak jauh dari kantor pengadilan negeri Kota Tegal. Gedung masih terlihat lenggang. Kata Mas Tedi yang sudah sampai duluan daripada saya, petugas penerima dan among tamu yang perempuan tengah di salon untuk dirias.

Selang beberapa menit kemudian teman- teman yang dimintai Yustia untuk membantu acara spesialnya berdatangan. Setelah sedikit angkat- angkat kursi, tepat jam 9.30 keluarga dari kedua mempelai beserta penghulu dan lain- lain tiba di gedung.

Beberapa menit kemudian, seremonial akad nikah Yustia Hapsari dan Muhamad Fikri Hidayatulloh berlangsung. Seperti biasanya, acara dibuka dengan pembacaan ayat suci Alquran, dilanjutkan siraman rohani dari Ustad Amirudin Lc.

Saya terharu ketika Pak Liliek Basuki, ayahanda Yustia menyampaikan pesan- pesan kepada calon menantunya, beberapa menit sebelum akad nikah, berlangsung. Adapun lima pesan dari Pak Liliek sebagai berikut. 1. Cintailah isterimu karena Allah Swt. 2. Berusahalah dengan maksimal menjemput rezeki yang halal. 3. Jauhilah yang subhat apalagi yang haram. 4. Latihlah anak- anak kalian kelak untuk mencintai dan mebaca Alqur'an. Lebih baik lagi kalau menghapalnya. 5. Janganlah fanatik terhadap satu golongan, tetapi berkomitmenlah untuk membangun dan menjalankan islam secara kaffah.

Saya tersenyum dengan mata kaca, saat kedua mempelai mulai disatukan dalam podium. Ada keharuan saat kedua mempelai saling bergandeng tangan untuk kali pertama, mencium tangan kedua orang tua masing- masing. Spontan dengan bergetar, hati saya berdoa Ya  Allah berkahi keluarga ini, Ya Allah berkahi pernikahan yang baru berlangsung ini dan doa- doa lainnya.

Rabb, terimakasih untuk kurnia-Mu hari ini. Maka nikmat-Nya yang manakah yang kau dustakan..

Kamis, 08 November 2012

Kisah Tukang Es Cilik dan Majalah Kesayangan

Kisah Tukang Es Cilik dan Majalah Kesayangan
( Semacam Kata Pengantar )

Alkisah seorang anak kecil, setiap hari, sepulang sekolah menjajakan es lilin keliling kampung. Dengan berjualan es lilin anak kecil tersebut bisa mempunyai uang saku sekolah, maklum bapaknya cuma buruh macul, yang penghasilannya sangat minim. Selain mendapat uang saku, dia mendapat bonus dipinjami majalah Bobo oleh si pemilik dagangan.
Ya. Meski lahir dari keluarga tak mampu, anak kecil tersebut gila baca. Baca apa saja. Buku pelajaran, majalah, dongeng, sampai koran bekas bungkus bumbu dapur atau nasipun ia baca.
Memasuki usia remaja, semangat membacanya tak juga redup. Dia rajin mengunjungi perpustakaan baik sekolah maupun perpustakaan milik pemerintah. Kalau  punya uang lebih, dia membeli buku atau majalah tak selalu baru bahkan lebih banyak dia beli di kios buku dan majalah loakan.
Anak kecil itu saya. Sekarang atas izin Allah dan tentu saja dukungan orang- orang sekitar, kini saya telah menulis diberbagai media baik lokal maupun nasional. Bahkan beberapa cerita dalam buku ini, pernah dimuat di media. Baju Untuk Lili di majalah Ummi, Ilove You Ayah. Ibu di Suara Merdeka, dan Ibuku Pahlawanku di koran Wawasan.
Selain aktif mengirim tulisan di media, saya juga menulis antologi bersama penulis lainnya, alhamdulillah tak kurang dari 12 buku telah memuat tulisan saya
Jadi kalau kita sudah gemar membaca, pupuklah hobi tersebut. Yang belum terlalu suka membaca, cobalah karena membaca itu membuka jendela dunia, menambah wawasan dan memperluas cakrawala.

Selasa, 06 November 2012

Berlari agar terus sekolah

Judul Buku : Pelari Cilik
Penulis    : Shabrina W.S.
Penerbit   : Bestari Kids
Cetakan   : Maret 2010
Sriwasti atau biasa dipanggil teman- temannya Sri, murung. Karena tidak ada biaya, Sri terancam tidak bisa melanjutkan sekolah ke SMP. Isna sahabatnya menangkap kesedihan Sri. Keduanya berpikir keras agar Sri bisa terus sekolah
Salah satu cara agar bisa melanjutkan sekolah adalah dengan berprestasi sehingga mendapatkan beasiswa dari sekolah. Terntu saja hal ini tidak mudah bagi Sri. Meski tergolong pintar, Sri mustahil bisa melampaui kepandaian Endah dan Isna kedua sahabatnya
Jalan mulai terbuka ketika Sri mengetahui kalau sekolah akan mengadakan seleksi perserta lomba lari untuk mewakili Kecamatan. Karena sudah kelas enam, guru olahraga dan kepala sekolah tidak mengijikan Sri ikut seleksi
Akankah Sri mampu meyakinkan kepala sekolah dan guru olahraganya? Lalu bagaimana pula kelanjutan sekolah Sri?
Novel yang ditulis Shabrina W.S ini cocok bagi pembaca anak dan remaja agar tidak mudah putus asa dalam mengejar mimpi dan cita- cita

Sabtu, 03 November 2012

My Book

TELAH TERBIT:
Judul : OBITUARI KAYU
ISBN : 978-602-7692-21-9
Harga : Rp. 35.000,-
Penulis :
Agus Kindi-Anindya Alin- Ariya Des Utami-Fadila Hanum-Jie Wahyu-Maghdalena Azhar- Maharani Medina-Mohd Hapiz- Oksa Putra YuZa-Sutono Suto-Shinja Ts

aqib
-Wendy Fermana

sinopsis
Kotak kayu persegi itu terbuka seperti telur yang terjaga lalu menetas. Sebuah gembok yang berayun di grendel terbuka otomatis. Pelan - pelan dua tangan perempuan misterius terjulur seakan baru tiba dari dasar sumur.

Minah terkenang akan perempuan itu: datang pada setiap pagi, melantunkan tembang dandanggula setiap kali mandi dan keganjilan yang aneh: ia datang sembilan hari dan saat ia datang mendekati hari kesembilan, perutnya bertambah membesar dan mengkhawatirkan.

Perempuan itu datang dari masa lalu yang tak akan bisa dilepaskan. Lalu siapakah dia? Apakah kedatangannya ke rumah besar itu menandakan sesuatu?

"Saya datang untuk menyampaikan sebuah obituari dari dalam kotak kayu."

Pada hari kesembilan, kotak itu terbuka dan menjawabnya.

====================
Untuk Pemesanan
Silakan ketik: OK#Nama Lengkap#Alamat Lengkap#Jumlah#Nomor HP Kirim ke 0878-260000-53 atau Silakan Inbox Penerbit Alif Gemilang Pressindo

Alhamdulillah akhirnya terbit juga antologi kedua kami. Terima Kasih untuk teman - teman atas doa dan dukungan selama ini.

<photo id="1" />

Kamis, 01 November 2012

Mereka, yang Membuat Saya Ingin Menulis

Sinta Yudisia

Berawal dari majalah Annida Cool oktober 2003 yang saya beli di Alun- alun Tegal, tahun 2006 saya kali pertama jumpa dengan penulis novel Existere ini. Masih terlintas, melekat dibenak dengan senyumnya yang khas, di siang yang terik mba Sinta menyambut saya yang mandi keringat setelah mengayuh sepeda hingga hitungan belasan kilo meter. Yak, selain tak bermotor angkutan umum yang menuju kediaman istri mas Agus Sofyan ini memang tidak ada. Tak sia- sia rasanya karena setelah pertemuan itu, saya bisa belajar banyak dari beliau dan penulis- penulis lain serta bisa bergabung bersama gerbong Flp Cabang Tegal

Ali Muakhir

Kali pertama sua dengan penulis serial Nomik Olin ini ketika mas Ali Muakhir mengisi acara talk show kepenulisan yang diselenggarakan Flp Tegal. Setahu saya beliau datang bersama Boim Lebon. Betapa takjub saya karena bisa bertemu dengan penulis Nomik Olin yang tergolong populer itu. Lebih takjub lagi setelah tahu kalau ayah dari Nada Firdaus ini, kelahiran Tegal, tepatnya Kabunan, Slawi Kabupaten Tegal.

Dua hari pasca lebaran tahun 2008 berbekal mengantongi alamat rumah beliau, saya menguatkan azam menimba ilmu kepenulisan mumpung peraih rekor MURI, katagori penulis bacaan anak paling produktif ini mudik. Yang terlintas dibenak, Harjosari- Kabunan tak begitu jauh kalau di tempuh dengan sepeda.

Sayangnya begitu sampai di rumahnya, mas Ali tengah berada di Blubuk rumah asal mba Leni istrinya tinggal. Saya tidak memegang HP kala itu. Dengan alamat rumah yang diberikan seseorang saya nekat jam 8 malam menuju desa Blubuk. Entah apa yang membuat saya senekat itu. Tahukah anda? jarak Kabunan- Blubuk sekitar 8 Km, belum lagi saya baru ngeh kalau jalur Slawi- Blubuk didominasi areal persawahan yang cukup panjang dengan lampu Lantas seadanya. Sepanjang jalan untuk mengusir lelah, takut yang mendera saya bersenandung, berdzikir.

Lagi- lagi saya merasa beruntung. Malam itu hampir 2 jam saya ngobrol dengan penulis bukkuk Matahari kecil ditingkahi tangis Nada yang kala itu masih 5 th. Ah, masih saya ingat ketika saya menyebut nama Novia Syahidah si Putri Kejawen, mas Ali menimpali panjang lebar segala sesuatu, all abaut isteri Arul Khan itu. Demikian juga ketika saya menyebut Sakti Wibowo, Tasaro, Asma Nadia, Afifah Afra, Izatul jannah dll. Lagi- lagi saya baru ngeh setelah belakangan mengetahui kalau saat itu mas Ali Muakhir GM disebuah lini penerbit Mizan.

M Irfan Hidayatullah

Kali pertama temu dengan penulis buku Jangan- jangan Kau bukan Manusia tahun 2007. Saat Kang Irfan bersama mba Dianti mengisi acara seminar remaja bertajuk The Power of Love yang lagi- lagi digagas Flp Tegal. Sore hari saat acara gladi resik dan diskusi kepenulisan di outlet Latansa, saya dengan tanpa tahu diri menyerahkan 2 cerpen yang saya tulis agar dibaca dan dikoreksi beliau

Malam harinya saya sempat pesimis cerpen yang saya tulis tersebut sempat dibaca beliau apalagi dikoreksi dosen yang kala itu menjabat sebagai ketua umum Flp. Maklum beliau kan harus menyiapkan acara yang akan disampaikan keesokan harinya. Tapi diluar dugaan. Setelah acara seminar kelar, beliau menyerahkan 2 cerpen yang saya tulis lengkap dengan koreksi di sana- sini. Mulai dari EYD, diksi plus komentar di akhir cerpen yang saya tulis.

Empat tahun berlalu, cerpen dengan catatan kaki dari kang Irfan Hidayatullah masih tersimpan dan menjadi pelecut agar ketika saya menjadi penulis nanti mau berbagi dengan orang lain.

Fani Rosanti

Awal 2009 saya mendapat sms dari seseorang bernama Fani, yang isinya mengajak saya untuk menggeliatkan kembali Flp di Tegal yang sedang mati suri. Saya menyambut ajakan tersebut karena saya pikir Fani itu laki- laki dan sudah menerbitkan lebih dari satu buku.

Ternyata perkiraan saya salah.Pertama Fani seorang muslimah, yang kedua, isteri mas Riwanto itu sama seperti saya belum menerbitkan sebiji bukupun.

Meski dengan sedikit pesimis, saya bersedia membantu niat baiknya agar di Tegal ada Flp lagi. Alhamdulillah atas izin-Nya dan dibantu teman- teman seperti Edi Nugroho, Deski Danuaji, Fahim, Ervin, Dwi Puspa Sari, Yustia Hapsari, Irsya Dian, bu Mala dan lain- lain, kini Flp cabang Tegal mulai menggeliat bangun dari tidur panjang ( kini diketuai Ali Irfan ). Oiya setelah Flp Tegal terjaga, saya berkesempatan bertemu, bersilaturahmi dengan Flpers seluruh Indonesia di Solo dan Yogya tempo hari

M. Mutaqwiati


Jauh sebelum jumpa dengan mba Titaq, saya lebih dulu membaca antologi cerpen fenomenal " Sebaran Wangi Kesturi" dan cerpen Gelegak Rindu karya M. Mutaqwiati. Yang saya sukai dari cerpen/ novel isteri mas Imron R. ini adalah kepiawaiannya meramu nilai sastra, lokalitas dan nilai Ruhiyah dengan indah. Saya sempat beberapa kali berkunjung kerumah mba Titaq kala masih di Brebes. Dari mba Titaq saya belajar memanfaatkan waktu luang yang tersisa untuk menulis. Bayangkan ketika masih di Brebes, anak- anaknya masih kecil- kecil, mengelola sekolah TK, mengisi kajian keislaman, dan menahkodai Flp Brebes dll tapi masih bisa menerbitkan buku dan sering mengisi pelatihan kepenulisan meski harus membawa sibungsu yang kala itu masih berusia hitungan bulan.

Nb. Tulisan ini saya buat untuk menyemangati diri saat enggan menulis. Tentu masih banyak nama- nama lain yang belum sempat saya ceritakan disini. Insyaallah lain kesempatan.

Anak Suamiku

Anak Suamiku : KBMAPP | sutono_adiwerna