Selasa, 23 Oktober 2012

Empat puluh hari diamanahi toko besi

       Kejadian ini terjadi sekitar  tahun 2007, saat saya masih bekerja sebagai karyawan  toko besi, matrial bangunan di  Slawi, Tegal.
          Saat  bapak dan ibu pemilik toko tempat saya bekerja hendak menunaikan ibadah haji  toko sedang berkembang maju hal ini menyebabkan majikan saya memutuskan toko besi tetap buka selama keduanya berada di Mekah. Sebelum bertolak ke sana, keduanya berpesan kepada saya agar  menjaga toko dengan baik, tidak memperbolehkan pelanggan hutang selama keduanya belum pulang. Kata keduanya lagi, selama 40 hari saya akan dibantu adik- adik pemilik toko.
          Minggu pertama ditinggal pergi berhaji, saya tidak mengalami kendala berarti karena ketika bapak dan ibu pemilik toko di rumahpun saya sering menghadapi pembeli sendiri. Baru minggu- minggu berikutnya saya merasakan bahwa menjalankan amanah itu tidak mudah  terlebih dipercaya mengelola toko besi ber-omset jutaan setiap harinya.
          Kakak atau adik pemilik toko yang seharusnya membantu, jarang sekali datang  ke toko. Sekalinya berkunjung pasti ujung- ujungnya meminta uang. Untungnya uanga yang diminta untuk keperluan seperti bayar pajak toko, listrik, telepon dll sehingga saya tinggal mencatat uang yang terpakai.
          Pernah juga kerabat saya yang hendak berhutang semen senilai dua ratus ribu. Karena sudah di wanti- wanti ndak boleh melayani hutang, saya ngomong baik- baik, tapi kerabat saya tetap marah dan memusuhi saya.
          Saat itu, selain bekerja di toko besi, saya juga kursus computer setiap jumat dan sabtu sore. Saat itu saya butuh sekali uang untuk bayar uang praktek  sementara saya tidak punya uang sama sekali. Sempat terlintas otak –atik laporan hasil penjualan. Alhamdulillah hal itu tidak jadi saya lakukan. Saya ingat pesan mendiang ibu saya “Sebesar apapun uang kalau di dapat dari cara haram tidak akan membuat hidup tenang .
          Godaan lainnya, saat ditinggal haji saya juga mendapat tawaran bekerja di sebuah mall. Sebuah peluang pekerjaan yang tidak memerlukan tenaga kasar.Tentu saja  dengan halus saya tolak karena sudah diamanahi.       
          Sekarang saya sudah tak lagi bekerja di sana. Tapi kenangan mengelola sendiri toko besi tak akan pernah terlupa.
NB. Tulisan ini dimuat di majalah Tarbawi 281,Sept 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Anak Suamiku

Anak Suamiku : KBMAPP | sutono_adiwerna